Rabu, 27 Juli 2016

skripsi





KAJIAN HUMANIORA NOVEL SANG PENAKLUK ANGIN
KARYA NOVANKA RAJA
(disusun untuk memenuhi proposal skripsi)













Oleh

Angga Bakhtiar
NIM 090110201012










FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS JEMBER
2016


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan suatu bentuk institusi sosial dan hasil pekerjaan seni kreatif dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hubungan antara sastra,  masyarakat dan kebudayaan sangat erat oleh sebab itu, sebagian besar objek karya sastra adalah pengalaman hidup manusia terutama yang menyangkut sosial budaya, kesenian, dan sistem berpikir yang dibentuk secara kreatif dengan media bahasa (Semi, 1990:8).
Luxemburg (1982:5) menyatakan bahwa sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreativitas, atau sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah imitasi. Sastrawan menciptakan sebuah dunia baru dan meneruskannya, bahkan menyempurnakannya seolah-olah sebagai dunia nyata. Karya sastra merupakan suatu luapan emosi yang spontan, maka penciptaannya memerlukan kreativitas pengarang.
Dalam novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja terdapat dua fungsi seni seperti yang diungkapkan Horace yaitu dulce et utile atau indah dan berguna. Novanka Raja berusaha memikat hati pembaca melalui kisah nyata yang sangat indah, penuh semangat untuk meraih impian, dan dapat menghibur pembaca.
Penulis mengkaji novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja menggunakan analisis Humaniora. Novel tersebut mengungkapkan tentang seorang anak yang mempunyai semangat yang kuat untuk hidupnya dan keluarganya menjadi lebih baik disektor prekonomiannya dan ingin membanggakan nama keluarganya. Pengarang menciptakan tegangan sehingga penulis menganggapnya sebagai bahan kajian yang pelu penelitian secara khusus. Sang Penakluk Angin  merupakan novel yang diangkat dari kisah nyata atau karya non fiksi yang memiliki pesan dan kesan moral pada pembacanya.

Istilah kajian dalam skripsi yang juga memiliki arti menganalisis, meneliti, dan membahas. Penulis menitik beratkan pengkajian pada pendekatan aspek humaniora karena isi cerita novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja mengandung aspek-aspek humaniora. Konflik-konflik yang terdapat dalam novel tersebut mengandung aspek-aspek humaniora yang menarik untuk dikaji. Sebelum mengkaji aspek humaniora, terlebih dahulu dilakukan kajian struktural sebagai langkah awal dari suatu pengkajian karya sastra.

1.2 Permasalahan
Suatu karya ilmiah membutuhkan kejelasan sehingga pembahasannya dapat memberikan deskripsi secara tuntas dan terarah. Analisis tersebut berkaitan erat dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian. Menurut Semi (1993:32), pemilihan masalah dalam suatu penelitian sangat menentukan kelangsungan proses penelitian. Permasalahan dalam penelitian mutlak dirumuskan sejelas mungkin, agar merangsang peneliti untuk berpikir dan melakukan usaha pendalaman yang lebih mendasar. Oleh karena itu, permasalahan merupakan faktor penting dalam penelitian.
Permasalahan yang dibahas peneliti adalah sebagai berikut:
1)   Bagaimana keterkaitan unsur-unsur struktural yang terdapat dalam novel Sang Penakluk Angin  karya Novanka Raja yang meliputi judul, tema, penokohan dan perwatakan, konflik, latar, dan keterjalinan antarunsur tersebut?
2)   Bagaimana aspek humaniora yang terdapat dalam novel Sang Penakluk Angin  karya Novanka Raja yang meliputi: manusia dan cinta kasih, manusia dan penderitaan, manusia dan keadilan, dan manusia dan tanggung jawab?

1.3  Tujuan dan Manfaat
Suatu penelitian mempunyai tujuan dan manfaat yang akan dicapai. analisis novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja mempunyai tujuan dan manfaat.


1.3.1        Tujuan Umum:
Tujuan umum pengkajian novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja adalah:
1)      meningkatkan kegiatan apresiasi terhadap karya sastra, terutama novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja, sehingga memberikan nilai tambah tentang arti pentingnya apresiasi karya sastra.
2)      memperoleh representasi makna karya sastra sebagai pengetahuan tentang nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra khususnya dalam aspek Humaniora.
1.3.2        Tujuan Khusus :
Tujuhan khusus pengkajian novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja adalah:
1)      mendeskripsikan unsur-unsur struktur novel Sang Penakluk Angin yang meliputi: judul, tema, penokohan dan perwatakan, konflik, latar, dan keterjalinan antarunsur tersebut.
2)      mendeskripsikan aspek humaniora novel Sang Penakluk Angin yang terdiri atas: manusia dan cinta kasih, manusia dan penderitaan, manusia dan keadilan, serta manusia dan tanggung jawab.

1.4  Tinjauan Pustaka
Suatu penelitian memerlukan tinjauan pustaka untuk mengetahui apakah penelitian serupa sudah atau belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, diperlukan tinjauan pustaka novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja untuk mengetahui adanya penelitian sebelumnya sehingga dapat dihindari terjadinya pengulangan.
Penelusuran yang penulis lakukan, baik di perpustakaan maupun di internet, selama ini belum ada penelitian yang membahas Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja termasuk aspek humanioranya. Dengan demikian, penelitian yang penulis lakukan terhadap novel tersebut  merupakan penelitian yang baru karena sebelumnya belum pernah dilakukan.

1.5  Landasan Teori
Landasan teori  merupakan konsepsi dan teori para ahli yang dapat dijadikan sumber acuan dalam kajian suatu objek yang bersifat ilmiah, termasuk penelitian dalam bidang ilmu sastra. Kegiatan ilmiah memerlukan teori yang tepat dan relevan dengan objek yang diteliti agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Penelitian terhadap karya sastra merupakan penelitian ilmiah sehingga harus didasarkan pada teori yang tepat dan sesuai dengan penerapan data. Seorang penelaah sastra harus dapat menerjemahkan pengalaman sastranya dalam bahasa ilmiah dan dapat menjabarkan dalam uraian yang jelas dan rasional (Wellek dan Warren, 1959:3). Berdasarkan hal tersebut pengkajian terhadap novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja dilakukan secara struktural dan pragmatik.
Pengkajian terhadap Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja memerlukan teori-teori yang mendukung. Setiap peneliti sastra harus mempersiapkan konsep-konsep yang merupakan teori penelitian dan dengan sadar menggunakan teori tersebut dalam pengumpulan data, analisis data dan penarikan kesimpulan penelitian. Berdasarkan pendapat tersebut dalam membahas novel  Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja ini, teori-teori yang digunakan merupakan teori-teori sastra yang secara garis besar mengacu kepada pendekatan struktural dan pendekatan pragmatik.

1.5.1        Teori Struktural
Kajian struktural suatu karya sastra merupakan suatu tahap pendahuluan dalam mengkaji karya sastra yang berhubungan erat (Pradopo,1995:118). Kajian struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail dan sedalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek  karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1988:135). Adanya kajian struktural menjadikan penelitian karya sastra lebih sistematis.
Unsur struktural  merupakan unsur yang membangun karya sastra. Unsur struktural suatu karya sastra meliputi: judul, tema, penokohan dan perwatakan, latar, alur, konflik, sudut pandang penceritaan dan gaya bahasa. Berdasarkan unsur struktural tersebut, kajian struktural novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja yang akan dibahas yaitu: judul, tema, penokohan dan perwatakan, konflik, dan latar, karena unsur tersebut mempunyai nilai yang menonjol dan dapat mewakili unsur yang lain.

a. Judul
Judul merupakan salah satu unsur penunjang dan pembentuk yang memiliki keterkaitan dengan unsur penunjang dan pembentuk yang lain dalam sebuah karya sastra. Judul yang menarik akan merangsang minat pembaca untuk membacanya secara menyeluruh dan memahami isinya.
Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa judul yang menarik akan dapat dipakai sebagai alat untuk menimbulkan minat pembaca. Suatu judul kadang-kadang tersirat isi atau nama tokoh yang ada pada cerita. Judul seringkali menunjukkan unsur tertentu dari karya sastra (E. Jones, 1968:28-29):
1)  judul dapat menunjukkan tokoh utama;
2) judul dapat menunjukkan alur atau waktu; hal ini terdapat pada cerita yang disusun secara kronologis;
3) judul dapat menunjukkan objek yang dikemukakan dalam sebuah cerita;
4) judul dapat mengidentifikasikan keadaan atau suasana cerita;
5) judul dapat mengandung beberapa pengertian, misalnya tempat atau suasana.
      Judul mempunyai peranan penting dalam struktur suatu karya sastra, keberadaan judul seringkali mencerminkan arti dalam sebuah cerita. Judul juga dapat membedakan antara karya sastra yang satu dengan karya sastra yang lain.

b. Tema
Tema merupakan permasalahan yang disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Tema dapat berupa pengamatan terhadap kehidupan, pengamatan tersebut dapat bersifat implisit sehingga pemecahannya terserah pada masing-masing pembaca.
Tema diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor merupakan makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan umum karya itu, sedangkan tema minor merupakan tema tambahan yang bersifat mendukung tema mayor (Nurgiyantoro, 2002:82-83). Ada tiga kriteria dalam menentukan tema mayor, yaitu:
1)    melihat persoalan yang menonjol
2)    menentukan persoalan yang paling banyak menimbulkan konflik
3)     mencari persoalan yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan (Esten, 1990:92).

c. Penokohan dan Perwatakan   
Sebuah cerita berisi kisah tentang pelaku. Tanpa pelaku yang melakukan, tidak memungkinkan akan terjadi cerita, sebab para pelaku inilah yang nantinya akan saling bertemu, bercerita dan mungkin bertengkar, sehingga menimbulkan konflik yang kemudian membentuk klimak cerita-cerita dan selanjutnya menuju penyelesaian. Pembahasan penokohan meliputi dua aspek, yaitu aspek penampilan tokoh dan watak tokoh. Aspek penampilan tokoh membahas fungsi dan kedudukan tokoh dalam suatu cerita. Berdasarkan fungsi dan kedudukan tokoh dalam cerita, tokoh terdiri dari tokoh utama dan tokoh bawahan.
Menurut Nurgiyantoro (1995:176), dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus serta mendominasi sebagian besar cerita disebut tokoh utama. Sebaliknya, tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan dalam porsi penceritaan yang relatif pendek dibandingkan tokoh utama disebut tokoh tambahan. Tokoh utama merupakan seorang tokoh yang sangat berperan dalam membawa persoalan dalam cerita. Semua tokoh lain akan berpusat padanya, baik yang menentang maupun yang mendukungnya. Tokoh yang kedudukannya sejajar, tetapi selalu menentang tokoh utama disebut sebagai tokoh pendamping (antagonis), sedangkan tokoh-tokoh lainnya merupakan tokoh bawahan. Keberadaan tokoh utama dan tokoh bawahan saling mendukung. Langkah-langkah dalam mencari tokoh utama sebagai berikut:
1)      mencari tokoh yang paling erat hubungannya dengan permasalahan;
2)      mencari tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain;
3)      mencari tokoh yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan (Esten, 1984:93).
Tokoh ditinjau dari segi karakternya terbagi menjadi: flat character atau watak datar dan round character atau watak bulat. Flat character merupakan watak tokoh yang tidak mengalami perubahan dari awal sampai akhir cerita sehingga tokoh tersebut hanya memiliki satu watak, sedangkan round character merupakan watak tokoh yang mengalami perubahan dari awal sampai akhir cerita.

d. Konflik
Menurut Sudjiman (1986:42), konflik atau tikaian adalah ketegangan di dalam cerita rekaan atau drama, pertentangan antara dua kekuatan. Pertentangan ini dapat terjadi dalam diri satu tokoh, antara tokoh dan masyarakat atau lingkungannya, serta antara tokoh dan alam. Eddy (1991:116) berpendapat bahwa konflik adalah ketegangan yang terjadi dalam cerita rekaan (cerpen, novel) dan cerita lakuan (drama). Konflik terjadi karena adanya pertentangan antara dua kubu kekuatan, baik secara fisik, psikis, maupun sosial. Konflik dalam ceita rekaaan maupun lakuan terwujud melalui tokoh-tokoh cerita, yang paling banyak terjadi ialah konflik antara seorang tokoh dengan tokoh lainnya. Hampir setiap drama atau cerita rekaan mengandung konflik semacam ini. Konflik merupakan sifat khas cerita lakuan. Menurut Wellek dan Warren (1989:285), konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang, menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan. Kemampuan pengarang untuk memilih dan membangun konflik melalui berbagai peristiwa (baik aksi maupun kejadian) akan sangat menentukan kadar kemenarikan, suspense, cerita yang dihasilkan. Misalnya peristiwa-peristiwa manusiawi yang seru, yang sensasional, yang paling berkaitan satu dengan yang lain dan menyebabkan munculnya konflik yang kompleks, biasanya cenderung disenangi pembaca. Bahkan yang dihadapi dan menyita perhatian pembaca  ketika membaca suatu karya naratif adalah terutama peristiwa-peristiwa konflik, konflik yang semakin memuncak, klimaks, dan kemudian penyelsaian ( Nurgiyantoro, 1995:122 ).

e. Latar
            latar atau setting adalah unsur cerita yang tidak hanya berkaitan dengan tempat dan waktu terjadinya peristiwa dalam cerita, tetapi juga menyangkut hal-hal yang kompleks. Latar dapat memberikan pijakan secara konkrit dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca. Nurgiyantoro (1995:227).

1.5.2        Teori Pragmatik
            Pendekatan pragmatik merupakan suatu pendekatan yang menitik beratkan peran pembaca. Menurut A Teeuw (1984:50), pendekatan pragmatik adalah pendektan yang menekankan peranan pembaca sebagai penikmat dan penghayat karya sastra. Pendekatan ini menyangkut prinsip bahwa karya sastra yang baik adalah karya sastra yang dapat memberikan kesenangan dan faedah bagi pembacanya. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembaca dalam menikmati karya sastra tidak hanya menganggap karya sastra sebagian hiburan saja, melainkan pembaca juga harus dapat mengambil manfaat dari karya sastra tersebut.
            Pengarang dalam menghasilkan karya sastra tidak dalam pikiran yang kosong, melainkan berdasarkan latar belakang tertentu. Karya sastra yang di hasilkan pengarang dinikmati dan dimanfaatkan oleh masayarakat pendapat tersebut yang menunjukkan eratnya hubungan sastra dengan masyarakat.

1.6   Metode Pembahasan
Metode merupakan suatu cara untuk memahami objek suatu penelitian ilmiah. Penelitian akan berhasil dengan baik jika menggunakan metode yang tepat dan sesuai dengan sifat permasalahan. Semi (1993:9) membagi dua jenis penelitian ditinjau dari metode kerja, yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Kedua jenis penelitian ini, kuantitatif dan kualitatif, mempunyai implikasi metodologis yang berbeda, baik pada corak desain, teknik pengumpulan data, teknik pengukuran, dan teknik analisis data. Perbedaan utama terletak pada proses verivikasinya. Penelitian kuantitatif menggunakan pengukuran dan analisis yang dikuantitatifkan, dengan menggunakan analisis statistik dan model matematik, sedangkan penelitian kualitatif yang diutamakan bukan kuantifikasi berdasarkan angka-angka, tetapi yang diutamakan adalah kadalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji secara empiris. Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan struktural yang dilanjutkan dengan analisis Humaniora.

1.7 Sistematika Pembahasan
Sistematis Penulisan proposal skripsi dengan judul ”Kajian Humaniora Novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja” dilakukan analisis secara bertahap berdasarkan pendekatan struktural dan pendekatan pragmatik yang dibatasi pada aspek humaniora.
Sistematika penulisan di dalam penyusunan proposal skripsi ini adalah sebagai berikut.
I    Pendahuluan  meliputi: latar belakang,  permasalahan, tujuan, tinjauan pustaka,    landasan teori, metode pembahasan, dan sistematika pembahasan.
II    Analisis Struktural meliputi: judul, tema, penokohan dan perwatakan, konflik serta latar.
III Analisis Humaniora yang meliputi: manusia dan cinta kasih, manusia dan penderitaan, manusia dan keadilan, manusia dan tanggung jawab.
IV   Kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN






BAB II
ANALISIS STRUKTURAL
Analisis struktural adalah analisis yang menitik beratkan pada pembahasan unsur-unsur pembentuk karya sastra. Teeuw (1984:135) menyatakan bahwa analisis sruktural bertujuan membongkar dan memaparkan secara cermat, teliti, detail, dan mendalam terhadap keterkaitan dan keterjalinan semua analisis dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Analisis struktural novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja terbatas pada unsur-unsur intrinsik yaitu: judul, tema, penokohan dan perwatakan, konflik serta latar.

2.1 Judul
Judul merupakan kepala karangan yang menjadi salah satu unsur penunjang dan pembentuk yang memiliki keterkaitan dengan unsur penunjang dan pembentuk yang lain di dalam sebuah karya sastra. Pada karya tulis ilmiah judul di angkat dari tema (topik), sedangkan pada karya fiksi judul bersifat manasuka. Judul yang menarik akan dapat dipakai sebagai alat untuk menimbulkan minat pembaca, judul sering mencerminkan isi cerita. Judul novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja menunjukkan tokoh utama.

“Bulan demi bulan kemudian berlalu hingga tahun berganti, aku terus bekerja keras, tak terasa bahkan kini usiaku sudah enam belas tahun. Usaha shuttlrcock kami benar-benar berkembang pesat. Bapak kini menambah jumlah karyawan hingga tota ada lima belas orang yang bekerja di tempat kami. Bapak berhasil membeli sebidang tanah pekarangan yang ada di belakang rumah dan merubahnya menjadi tempat usaha yang lebih besar………” (Sang Penakluk Angin: 281)

Trimo yang dulunya hanya seorang anak biasa yang mempunyai cita-cita dan impian yang sederhana, kini Trimo menjadi sosok orang yang sukses dalam hidupnya. Berkat dorongan dan dukungan dari sahabat dan orang-orang terdekatnya. Sehingga impian dan cita-citanya kini terwujud walau dengan pengorbanan yang sangat luar biasa. Dari data di atas disimpulkan Sang Penakluk Angin yang pantas untuk di jadikan juduk karena perjuangan seorang anak yang sangat lur biasa dan tanpa menyerah dengan keadaan seperti apapun.
2.2 Tema
Setiap karya sastra pasti mempunyai tema. Nurgiyantoro (1995:82-83) menyatakan bahwa tema ada dua yaitu tema mayor (tema utama) dan tema minor (tema tambahan). Tema mayor dan tema minor mempunyai suatu keterkaitan karena tema minor merupakan pendukung tema mayor.
2.2.1 Tema Mayor
Nurgiyantoro (1995:82-83) menjelaskan bahwa tema mayor adalah makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu. Menurut Esten (1984:98), ada tiga kriteria dalam menentukan sebuah tema mayor dalam suatu karya sastra, yaitu mencari persoalan yang paling menonjol, mencari persoalan yang paling banyak menimbulkan konflik, dan mencari persoalan yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan. Berdasarkan kriteria tersebut dapat diketahui bahwa tema mayor dalam novel Sang Penakluk Angin tokoh Trimo punya impian ingin merubah nasib dirinya sendiri dan nasib keluarganya. Bagaimana pun, tak seorang pun yang bisa menghentikan impian Trimo.
“Mm, kan Trimo sudah bilang, kelak Trimo akan menjadi tukang becak saja, dapat uang yang banyak.” Sahutku sambil terus mengunyah tempe. Hanya jawaban itu yang bisa kutemukan tiap kali ditanya cita-citaku kelak.” “cita-cita itu  mbok yang bagus, jadi polisi atau presiden gitu loh Mo.” Balas ibu sambil menepuk pundakku.” (Sang Penakluk Angin:18)

Walaupun dulunya Trimo seorang anak yang mempunyai cita-cita sebagai tukang becak saja, sifat kukuh dalam pendiriannya untuk menjadi tukang becak kini mulai perlahan sahabatnya serta keluarganya membantu agar supaya cita-citanya yang sederhana itu dapat berubah menjadi juragan shuttlecock.
“Mungkin kau bisa jadi juragan shuttlecocok sepeerti Abah Tarno, jadi kalau aku juara aku akan memborong semua shuttlecocok buatanmu. Aku akan bermain shuttlecockmu di Inggris.” (Sang Penakluk Angin: 15)

Dalam novel Sang Penakluk Angin, persoalan yang paling menonjol adalah hubungan tokoh Trimo dan Herman yang tidak sejalan dengan keinginannya menjadi juragan shuttlecock. Padahal tokoh Trimo ingin sekali menjadi tukang becak saja. Cerita mengenai hubungan Trimo dan Herman sering mengalami konflik sehingga membutuhkan waktu penceritaan yang cukup banyak. Herman  yang sangat berambisi agar supaya sahabatnya Trimo yakin apa yang dikatannya kelak akan menjadi juragan shuttlecock. Namun Trimo tidak yakin apa yang dikatatan oleh Herman
“Aku terdiam mendengar kata-kata Herman.”
“Kelak kalau memang dia menjadi juara dunia, aku tentu saja akan sangat bangga. Aku mulai membayangkan pertandingan Herman kelak di Inggris, pasti akan ditonton semua orang didesaku.”
“Tapi untuk jadi juragan shuttlecock seperti Abah Tarno, mungkin aku terlalu bermimpi untuk itu.”
“Kami kemudian berjalan pulang sambil terus berbicara tentang angan-angan Herman bermain di Inggris.” (Sang Penakluk Angin: 15)

Tema merupakan ide pokok yang disampaikan oleh pengarang. Tema mayor merupakan tema atau gagasan yang mendasari keseluruhan cerita. Penjelasan di atas, maka disimpulkan bahwa tema mayor dalam novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja adalah “perjuangan dan pengorbanan dalam menghadapi sulitnya kehidupan untuk mencapai kesuksesan”.
2.2.2 Tema Minor
Tema minor akan melengkapi keberadaan tema mayor dan juga akan mengembangkan cerita karena tema minor mengacu pada tokoh bawahan. Tema minor dalam novel Sang Penakluk Angin adalah.
Tema ini mengacu pada tokoh Herman, seorang sahabatnya Trimo mulai kecil hingga keduanya beranjak dewasa yang sangat baik. Yang selalu ingin menjadi juara bulu tangkis dunia.
”Usiaku saat itu sekitar sebelas tahun, bersama Herman, teman mainku yang selalu membawa raket ke mana pun ia pergi, kami naik ke atas pohon jambu yang ada di halaman. Dari tempat ini kami bisa menonton televisi dengan jelas, tak harus berdesak-desakan, dengan orang lain.”
”Ia selalu yakin  duatu saat nanti akan menjadi pemain bulu tangkis yang hebat, bahkan sebagai juara dunia dan aku percaya itu karena dialah yang pandai bermain bulu tangkis di antara teman-temanku yang lain.” (Sang Penakluk angin:6-7)

Dari penjelasan data di atas bahwa novel Sang Penakluk Angin mengidentifikasi,  kemiskinan yang dialami oleh pihak keluarga Herman dan pihak keluarga Trimo sama. Di desa situlah yang mempunyai sebuah televisi hanyalah Abah Tarno, beliau yang mempunyai usaha pembuatan shuttlecock. Keluarga Abah Tarno yang tergolong keluarga mampu di desanya. Dari situlah Herman mulai berpikiran agar sahabatnya Trimo menjadi juragan shuttlecock yang sukses seperti abah Tarno yang kebetulan seorang yang mampu didesanya.

2.3 Penokohan dan Perwatakan
             Penokohan dan perwatakan berperan penting dalam karya sastra. Menurut Nurgiyantoro (1995:176), berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam suatu cerita, tokoh cerita dibedakan menjadi dua yaitu tokoh utama atau central character atau main character dan tokoh bawahan atau peripheral character.
2.3.1 Tokoh utama
            Tokoh utama merupakan tokoh yang dianggap penting dan ditampilkan terus menerus sehingga mendominasi sebagian besar cerita. Menurut Esten (1984:93), ada tiga kriteria dalam menentukan tokoh utama yaitu: (1). mencari tokoh yang paling erat hubungannya dengan permasalahan, (2). mencari tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, (3). mencari tokoh yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan. Berdasarkan kriteria tersebut maka penulis menetapkan tokoh Kastrimo nama panjangnya namun sering di panggil Trimo, ia sebagai tokoh utama dalam novel Sang Penakluk Angin.
”Trimo mengalami kemajuan yang luar biasa, tes kali ini ia ranking dua. ”Semoga nanti nilainya bisa ditingkatkan atau dijaga ya.” kata Bu Tarsini.
”Terima kasih Bu. Oh iya berapa tunggakan yang harus dibayar Bu? Maaf kalau anak saya sering menunggak uang sekolah.” (Sang Penakluk Angin: 94-95)

Dari penjelasan data di atas tokoh Trimo sangat tampak jelas memiliki kepandaian di sekolahnya la yang sangat luar biasa. Ketika tunggakan biaya sekolah mulai banyak dan prekonomian di keluarganya kini mulai buruk maka terpaksa Irna atau Trimo yang akan putus sekolah. Tokoh Trimo mempunyai sifat yang tegas di antara teman-teman seumurannya dalam menghadapi suatu masalah.
“Mo, kemarin aku dibelikan buku baru. Kalau kau mau aku berikan satu untukmu.”
“Mm…” aku hanya terdiam. Aku ingin mengatakan kepada Herman kalau aku tak melanjutkan sekolah lagi tapi aku tak bisa, aku masih malu.” (Sang Penakluk Angin: 99)

Tokoh Trimo tetap terima dengan keadaan yang sederhana saat ini, Trimo mengerti kalau keluarganya sudah tidak mampu lagi untuk membiayai sekolahnya. Trimo memang tidak pernah menyerah dengan keadaanya saat ini. Trimo melakukan segala usaha untuk mencari uang agar dapat menlanjutkan sekolahnya. Di simpulkan bahawa sosok Trimo sangat sabar dan tabah.
2.3.2 Tokoh Tambahan
            Tokoh tambahan berhubungan yang erat dan sangat mendukung posisi tokoh utama. Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam suatu cerita dan kemunculannya hanya mendapatkan porsi penceritaan yang relatif pendek (Nurgiyantoro, 1995:176).
1.      Pak Husein
Pak Husein adalah sosok orang tua yang sangat mendukung impian anaknya, beliau seorang yang sabar dan selalu mengajari anak-ananya untuk mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan.
”Hidup ini memang perjalanan Mo. Kita tak tahu apa yang akan kita temui di sepanjang jalan itu, jadi kita harus tetap membawa bekal, salah satunya adalah rejeki. Siapa tahu kelak kita juga akan membutuhkan rejeki yang datangnya dari orang lain. Sebenarnya rejeki yang hari ini kita dapat juga lewat orang lain. Kita saling membutuhkan, jadi janganlah kamu kelak menutup jalan agar orang lain memperoleh rejekinya.” Jelas Bapak yang terdengar seperti sedang berkhotbah shalat jumat di Masjid.” (Sang Penakluk Angin: 206-207)

Dari data di atas novel Sang Penakluk Angin mengidentifikasi bahawa Pak Husein seorang kepala keluarga yang sangat sabar dan saling menghormati orang lain, serta mendidik  anak-anaknya dengan baik. Kepribadianya sangat baik, ia sangat sayang kepada keluarganya terutama kepada anak pertamanya yang bernama Trimo. Pekerjaanya sebagai buruh pembersih bulu angsa di sebuah industri shuttlecock demi kelangsungan hidup keluarganya.


2. Pak Kardi
             Pak Kardi di gambarkan dalam novel ini sebagai sosok orang yang baik dan sering membantu keluarga Trimo. Pak Kardi sangatlah sabar dan telaten dalam membibing keluarga.
“Assalamualaikum.” Terdengar suara bapak.
“Wa’alaikum salam.” Jawab kami.
Bapak kemudian datang memasuki dapur sambil membawa satu kantung plastik minyak tanah.
“Pak Kardi sudah datang?” sapa bapak begitu melihat Pak Kardi mulai menyortir bulu-bulu yang sudah di cuci yang dikeringkan kemarin.
“Hari ini kita harus membuat shuttlecock yang bagus.” jawab Pak Kardi.
“Terima kasih Pak, sudah mau membantu dan ikut berusaha bersama.” Kata bapak sambil meletakan plastik hitam berisi minyak tanah itu.” (Sang Penakluk Angin: 193)

Dari data novel Sang Penakluk Angin mengidentifikasi bahwa Pak Kardi sosok orang yang sabar dan telaten dalam bekerja, beliau rekan kerjanya bapak Husein. Trimo sangat senang dengan kehadiran Pak Kardi di tengah-tengah keluarganya dalam kondisi suka maupun duka, ditunjukkan dengan sering berkunjung kerumah Pak Husein untuk membantu dalam urusan pekerjaan maupun masalah keluarganya. Begitu juga sebaliknya Pak Kardi juga sangat senang terhadap keluarga Trimo.
3. Herman
            Herman adalah seorang anak yang sangat menyukai bulu tangkis, Herman salah satu teman terbaiknya Trimo sejak kecil hingga keduanya mulai beranjak dewasa. Herman mempunyai cita-cita untuk menjadi pemain bulutangkis profesional. Herman salah satu teman yang selalu mengerti tentang keadan sahabatnya. Herman seorang anak yang sabar, di tunjukan dalam menuntun sahabatnya agar supaya cita-citanya menjadi juragan shuttlecock yang sukses.
”Kau lihat tempat bermain bulutangkis di televisi tadi? Kelak aku yang akan bermain di sana, aku akan menjadi juara dunia!” sekali lagi Herman selalu menyombongkan dirinya.” (Sang Penakluk Angin:13)

 Heraman adalah salah satu teman mulai kecil Trimo, Herman mengerti segalanya tentang keadaan Trimo dan dia salah satu teman yang paling baik. Data di atas menunjukkan semangat Herman yang kuat kepada Trimo, cita-citanya menjadi pebulutangkis professional selalu ia serukan kepada sahabat-sahabatnya terutama kepada Trimo.
“Herman adalah salah satu teman yang paling baik, dia tak pernah mengejekku. Bahkan dia selalu mengajariku apa-apa yang tidak akku ketahui. Seperti bagaimana caranya membuat perahu dari daun bambu dan arang-arang kambang dari tanah liat.
“Kami akan berlomba arang-arang kambang yang kami buat itu di air yang mengalir deras, setelah melepasnya di tempat yang disepakati sebagai awal maka kami akan berlari mengiringi arang-arang kabang ke tempat akhir sambil berteriak agar arang-arang kambang  buatan masing-masing anak menang.”
“Bentuknya mirip dengan mangkuk, tapi ditangkupkan di kedua sisinya hingga seperti ada rongga di dalamnya. Meski terbuat dari tanah liat, ia tak tenggelam saat ditaruh di air. Kadang kami juga menaruh sumbu api di atasnya. Karena itu pula kadang kami dimarahi orangtua yang kwatir arang-arang kambang yang kami buat itu akan menyebabkan kebakaran.” (Sang Penakluk Angin:25-26)

Dari data novel Sang Penakhluk Angin mengidentifikasi bahwa Herman sahabat baik, ia sering mengajari Trimo apa yang tak pernah di ketahuinya meski terkadang terlihat konyol, tetapi niat dan tujuhan Herman ini baik. Data di atas menunjukkan sikap persahabatan yang amat kental pada Trimo dan Herman, ketika masa-masa kecil mereka bermain arang-arang kambang atau perahu-perahuan yang dibuat dari daun bambu dan tanah liat. Tidak jarang sifat Herman yang konyol sering menjengkelkan Trimo dan membuat marah orang tuanya, tetapi sebenarnya maksud dan tujuang Herman kepada Trimo sangat baik.

2.4 Konflik
Menurut Tarigan (1984:134), konflik dalam suatu cerita dapat dikategorikan menjadi dua yaitu konflik internal atau konflik batin dan konflik eksternal atau konflik fisik. Konflik internal atau konflik batin adalah konflik yang terjadi antara suatu ide dengan ide yang lain dan seseorang dengan kata hatinya. Konflik eksternal atau konflik fisik adalah konflik yang terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat dan manusia dengan alam sekitarnya.
2.4.1 Konflik Internal
Konflik internal atau konflik batin merupakan pertentangan yang terjadi dalam diri seorang manusia. Dalam novel Sang Penakluk Angin, konflik internal sering dialami oleh tokoh Trimo.
“Aku berjalan pelan. Langkahku terasa berat dan otot-ototku terasa lemah. Pikiranku mulai tak karuan membayangkan aku atu Irna akan putus sekolah. Aku ingin melanjutkan ke SMP atau pondok pesantren seperti Herman.”
“Malam itu aku kembali tak bisa tidur nyenyak. Perbincangan bapak dan ibu masih terngiang jelas di kepalaku. Aku merasa malu seandainya tak melanjutkan SD, sebentar lagi ujian kelulusan dan aku yakin bisa lulus, tapi memang kondisi orangtuaku tak seperti orang lain. Kami tak punya uang.” (Sang Penakluk Angin: 89-90)

Trimo sedih karena salah satu anak dari keluarganya akan putus sekolah, karena keluarganya tidak mampu lagi untuk membiayai kedua anaknya untuk melanjutkan sekolah. Dengan berat hati bapak Trimo ini untuk mengabil keputusan. Salah satu dari anaknya terpaksa harus putus sekolah. Trimo sangatlah ingin melanjutkan sekolah ke jenjanga yang lebih tinggi lagi, namun keadaan ekonomilah yang berkata lain. Tapi bagaimanapun juga keinginan Trimo tetap berusaha untuk melanjutkan sekolahnya.
“Man, kapan kau berangkat kepondok lagi?” tanyaku saat pembicaraan Herman dan bapak berakhir dan tinggal kami berdua di ruang tamu.
“Insya Allah lusa Mo, ada banyak hal yang harus aku lakukan disana.” Jawab Herman.
“Wah, cepet sekali. Kau baru saja datang.”
“Yang penting kita sudah bertemu. Oh iya, bagaimana kau dengan Siti anak Abah Tarno? Aku tahu dulu kau menyukainya.”
“Siti? Hahaha…” aku tertawa mendengar pertanyaan Herman. Aku sendiri sudah hampir lupakan wajah cantik itu.
“Kenapa kau tertawa?”
“Dia menolak cintaku Man. Sudahlah, mungkin memang bukan dia yang terbaik buatku.” Jawabku sambil mencoba menghibur hati yang kini mulai sedikit merasa sakit lagi.” (Sang Penakluk Angin: 291-292)

Data diatas menunjukkan kekecewaan Trimo karena cintanya ditolak oleh Siti, gadis yang di idam-idamkan oleh Trimo sejak lama, namun Trimo tidak mampu mengucapkannya, Trimo memendam prasaan cintanya kepada Siti gadis putri abah Tarno salah satu juragan shuttlecock  yang sukses didesanya, pada saat Trimo yakin untuk menyatakan perasaan cintanya kepada Siti, tetapi cintanya hanya bertepuk sebelah tangan karena latar belakang keduanya sangat bertolak belakang. Hal yang pahit menurut Trimo rasakan tersebut sudah lama perlahan dilupakan namun sahabatnya Herman mulai menggali perasaan Trimo yang dianggap pahit tersebut.

2.4.2 Konflik Eksternal
Konflik eksternal meliputi pertentangan yang terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat, dan manusia dengan alam sekitarnya. Namun konflik eksternal dalam novel Sang Penakluk Angin hanya pertentangan antara manusia dengan masyarakat.
”Aku tak menjawab ajakan Agung dan terus berjalan ke Balai Desa. Tiba-tiba Agung menyerempetku dari belakang. Aku jatuh terjerembab jatuh ke tanah. Agung hanya tertawa sambil berhenti tepat di depanku.”
”Hey!” teriakku marah.
”Kenapa menatapku? Berani?” balas Agung sambil turun dari sepedanya. Badan Agung lebih besar dari badanku, tapi aku tak takut. Aku berdiri dan langsung menonjok mukanya. Agung terjatuh ke tanah kemudian berdiri lagi. Belum lama sempat ia tegap berdiri aku memukulnya lagi, kali ini ia jatuh terjengkang. Tiba-tiba Pak Sobri datang dan melerai.” (Sang Penakluk Angin: 69-70)

Data di atas menunjukkan perkelahian antara Trimo dan Agung, hal ini terjadi karena Trimo tidak tahan terhadap ejekan dan cemo’ohan yang dilakukan oleh Agung. Karena Agung beserta teman-temanya sering mengejek Trimo dimanapun Agung menemui Trimo. Trimo termasuk seorang anak yang sabar tetapi kesabarannya habis ketika Agung mengejek keluarganya, namun Trimo sangat pemberani meskipun tubuhnya kecil dari Agung, Trimo tetap berani melawan Agung sampai perkelahian tersebut berlangsung dan belum sampai berakhir keduanya di lerai oleh Pak Sobri.



2.5 Latar
latar atau setting adalah unsur cerita yang tidak hanya berkaitan dengan tempat dan waktu terjadinya peristiwa dalam cerita, tetapi juga menyangkut hal-hal yang kompleks. Latar dapat memberikan pijakan secara konkrit dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca. Nurgiyantoro (1995:227) membagi latar menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Yang ada dalam suatu cerita saling mendukung antara satu dengan yang lain sehingga akan mendukung keutuhan cerita.
2.5.1 Latar Tempat
Latar tempat merupakan latar yang menggambarkan tempat peristiwa-peristiwa terjadi. Latar tempat pada novel Sang Penakluk Angin dapat di tunjukkan pada data berikut.
”....Oh iya nama desaku adalah Lawatan, terletak di utara Pulau Jawa dan menurut bapak termasuk wilayah Kabupaten Tegal. Desaku termasuk sebagai daerah perbatasan anatara Kota Tegal dan Kabupaten Tegal. Kalau hujan turun, jalanan didesaku akan becek dan terkadang banjir. Apalagi rumahku yang ada di pinggir sungai. Tiap kali musim hujan datang pasti akan terendam air sungai yang kotor dan hitam itu.” ( Sang Penakluk Angin: 24)

Data di atas tersebut menunjukkan latar tempat tinggal Trimo dengan kehidupan bermasyarakat yang sedikit kental dengan etika kesopanan serta kesederhanan, yang terletak didesa Lawatan yang termasuk wilayah Kabupaten Tegal. Daerah tersebut tergolong daerah pedesaan dan jauh dari kota sehingga akses jalan masuk masih belum beraspal dan pada musim hujan sering terkena banjir. Rumah yang di tempati Trimo beserta keluarganya dekat dengan sungai yang besar ketika musim hujan tiba tidak jarang rumah keluarga tersebut terendam air.
2.5.2 Latar Waktu
Latar waktu adalah latar yang berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa dalam sebuah cerita itu terjadi. Latar waktu yang terdapat dalam novel  Sang Penakluk Angin dapat di tunjukkan pada data berikut.
”Matahari makin terasa menyengat kulitku yang hitam. Jalananan beraspal sampai di ujung desa, tepat di perbatasan. Kata bapak, desa tetangga sudah termasuk Kota, sedangkan desaku masih Kabupaten jadi jalanan yang ada di desaku tidak termasuk yang di aspal.” (Sang Penakluk Angin: 24)

Data di atas tersebut menunjukan latar waktu siang hari yang panas ketika Trimo dan Pak Husein sedang bekerja untuk berangkat mengambil bulu didesa sebelah. Pada waktu siang hari Trimo dan pak Husein selalu mengambil bulu untuk pembuatan shuttlecock di desa-dea tetangga, dalam perjalanan mengambil bulu Trimo dan pak Husein memasuki perbatasan desanya dan memasuki desa sebelah yang jalannya sudah beraspal.
 
2.5.3 Latar Sosial
               Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya sastra. Data yang menunjukkan adanya latar sosial dalam novel ini ialah.
“Mo, kau anak yang berbakti. Bapakmu pasti bangga memiliki anak sepertimu.” Kata pak Kardi yang sambil mulai melahap makanannya.
“Anak Pak Kardi dimana?” tanyaku mencoba mencari tahu tentang anak Pak Kardi yang kata Bapak ada di pondok pesantren di Jawa Timur.”
“Oh, anak bapak sekarang sedang di pondok pesantren. Sudah hampir setahun ini bapak tak bertemu dengannya.” (Sang Penakluk Angin: 131)
Data di atas tersebut menunnjukan latar sosial kekaguman pak Kradi kepada keluarga Trimo, karena Trimo sosok orang anak yang tidak pernah mengeluh kepada keluarganya dia mengerti tentang kondisi yang dialami kleuarganya dan dia paham karena terlahir di tengah-tengah keluarga yang kurang mampu, Trimo penasaran kepada Lastri anak dari Bapak Kardi salah satu rekan kerjanya bapaknya yang katanya berada di pondok pesantren.






BAB III
ANALISIS HUMANIORA

Pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada pembaca sebagai penikmat karya sastra. Kajian humaniora merupakan kajian pragmatik yang menonjolkan pembaca sebagai penyambut dan penghayat karya sastra (Teeuw, 1988:59). Dengan demikian pembaca dapat mengetahui ide-ide pengarang dan visi yang ingin dicapai melalui karya sastra yang dinikmatinya.
Ilmu humaniora menempatkan manusia pada posisi sentral dalam pengkajian. Manusia merupakan subjek sekaligus objek pengkajian. Kajian humaniora berusaha mengembangkan dan memperdalam ilmu sastra. Melalui kajian humaniora, penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan pengembangan daya imajinasi dalam mengkaji karya sastra. Menurut Widagdho (2001:38) Ruang lingkup humaniora ada delapan, yaitu: manusia dan cinta kasih, manusia dan keindahan, manusia dan penderitaan, manusia dan keadilan, manusia dan pandangan hidup, manusia dan tanggung jawab, manusia dan kegelisahan, serta manusia dan harapan. Penulis membahas empat aspek humaniora yaitu manusia dan cinta kasih, manusia dan penderitaan, manusia dan keadilan, serta manusia dan tanggung jawab karena aspek-aspek tersebut dominan dalam novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja.

3.1 Manusia dan Cinta Kasih
Manusia adalah makhluk individu dan sosial sehingga dalam kehidupannya selalu berhubungan dengan orang lain. (Widagdho, 2001:57) mengatakan bahwa pada hakikatnya cintalah yang terdapat pada asal mula dari hidup, sekurang-kurangnya rasa cinta akan diri sendiri.
Cinta adalah suatu kegiatan atau tindakan yang disebabkan oleh pengaruh pasif, maksudnya salah satu wujud dari cinta adalah adanya kreatifitas dalam diri seseorang yang terletak pada aspek memberi dan bukan menerima (Widagdho, 2001:41-42). Sebagaimana cinta, kasih sayang tidak akan lahir tanpa orang yang melahirkannya. Dengan kata lain seseorang tidak akan memperoleh kasih sayang apabila tidak ada orang lain yang memberi. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan W.J.S Purwodarminto (dalam Widagdho, 2001:46) kasih sayang adalah perasaan sayang, perasaan cinta atau perasaan suka kepada seseorang. Cinta kasih tidak sekedar ekspresi rasa cinta, tetapi timbul dari lubuk hati manusia yang senantiasa kekal dan tidak pernah berubah. Perbuatan yang dilandasi rasa cinta kasih membuat manusia berbahagia dalam hidupnya. Manusia dan cinta kasih yang dibahas meliputi: kasih sayang, kemesraan, pemujaan, dan belas kasihan.
3.1.1 Kasih Sayang
Kasih sayang adalah perasaan sayang, perasaan cinta, perhatian atau kepedulian dan perasaan suka kepada seseorang. Kasih sayang dialami oleh setiap manusia karena kasih sayang merupakan bagian hidup manusia. Kasih sayang dapat diberikan oleh seorang ibu kepada anaknya, seseorang kepada sahabatnya dan sebagainya. Data dalam novel Sang Penakluk Angin yang menunjukkan adanya kasih sayang yakni sebagai berikut.
“….hari ini aku sangat senang, bahkan masih terasa Siti yang ada di boncengan belakang sepedaku tiap kali aku menengok kebelakang. Ah, sepertinya aku benar-benar menyukai siti.” (Sang Penakluk Angin: 167)

Data di atas tersebut menunjukan bahwa Trimo mulai jatuh hati kepada Siti anak juragan shuttlecock, namun Trimo masih ragu untuk mengungkapkan rasa sayang kepada Siti. Trimo masih terus terbayang wajah dan senyuman Siti yang cantik itu. Karena begitu rasa sayangnya Trimo kepada Siti hingga terbayang-bayang Siti masih bersamanya.
3.1.2 Kemesraan
            Kemesraan adalah hubungan akrab antara pria dengan wanita yang sedang  jatuh cinta maupun yang sudah berumah tangga. Kemesraan merupakan bagian hidup manusia yang dapat membangkitkan semangat dan daya kreativitas pada diri manusia. Kemesraan pada dasarnya merupakan perwujudan kasih sayang yang telah mendalam.
“Rumah Abah Tarno mulai terlihat dan seperti dugaanku, Siti sedang menyapu halaman rumahnya. Kakiku mulai bergetar, detak jantungku terus terasa berdegup kencang. Melihat Siti yang sedang menyapu itu, duniaku seperti berhenti berputar. Sudah lama aku tak menatap wajahnya, tentu saja karena aku memang sebernarnya tak berani menatap wajah itu. Sepeda yang kukayuh terasa makin berat saat jarak antara aku dan Siti mulai mendekat, mungkin sekitar sepuluh meter dan aku berharap ia tak melihatku, biarkan aku saja yang melihat wajah cantik itu.” (Sang Penakluk Angin: 276)
           
Data di atas tersebut menunjukan bahwa Trimo tidak kuat memandang Siti ketika Siti sedang menyapu halaman rumahnya, karena rasa cintanya kepada Siti hingga Trimo merasa dunia tidak berputar lagi dan tersa begitu beratnya mengayuh sepadanya ketika semakin mendekati Siti. Trimo tidak sanggup lagi terus-terusan memandang wajah Siti yang sejak lama Trimo cintai itu.
3.1.3 Pemujaan
            Pemujaan adalah perwujudan cinta manusia kepada Tuhan. Kecintaan manusia kepada Tuhan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena pemujaan kepada Tuhan adalah inti, nilai, dan makna kehidupan yang sebenarnya.
“Mungkin ada  sekitar lima belas orang dalam musholah itu. Aku satu-satunya anak kecil yang ikut shalat berjamaah. Setelah selesai shalat, Pak Sobri kemudian memintaku menunggunya sebentar, katanya ada sesuatu yang ingin dibicarakan. Aku jadi penasaran sambil menunggu pak Sobri yang sedang berdzikir, aku duduk di lantai depan musholah……” ( Sang Penakluk Angin: 60)

Data di atas menunjukan pemujaan Terhadap Tuhan YME yang dilakukan oleh Trimo, ia selalu tekun melaksanakan ibadah salah satunya menjalankan sholat beribadah dimushola. Dibandingkan dengan teman-teman sebayanya Trimo termasuk anak yang rajin ke mushola, hal itu terlihat ketika dalam mushola hanya Trimo saja seorang anak yang sholat sedangkan lainnya adalah orang dewasa.
3.1.4 Belas Kasihan
Dalam rasa cinta kepada sesama manusia dipergunakan istilah belas kasihan, karena cinta tersebut bukan disebabkan karena kekayaan, kecantikan atau kepandaiannya melainkan melihat penderitaan yang dialami oleh seseorang. Seseorang yang berbelas kasih dengan yang dibelaskasihi memiliki persamaan yang mendasar, maksudnya yang berbelas kasihan dapat merasakan penderitaan orang yang dibelaskasihi. Rasa belas kasihan keluar dari lubuk hati yang ikhlas. Rasa belas kasihan yang terdapat dalam novel Sang Penakluk Angin sebagai berikut.
“Raketku Mo” teriak Herman.
“Iya, itu raketmu!”
“Rusak.” Jawab Herman lirih.
“Sudah, jangan sedih. Taruh raketmu lalu kita berenang lagi. Nanti kalau punya uang, kita ganti sinar yang putus itu.”kataku”. (SPA: 40)

Data tersebut menunjukkan kepedulian yang dilakukan oleh Trimo kepada Herman, ia memberikan semangat kepada Herman ketika senar raketnya putus. Trimo berjanji akan membantu memperbaikinya bersama-sama sehingga Herman dapat bermain lagi untuk meraih impiannya.
                                                  
3.2 Manusia dan Penderitaan
            Penderitaan berasal dari kata derita. Kata derita berasal dari kata bahasa Sansekerta dhra yang artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan itu dapat berupa penderitaan lahir maupun batin, atau lahir batin (Widagdho, 2001:81). Biasanya orang menyebut dengan faktor internal dan faktor eksternal.
Dalam diri manusia pada hakikatnya terdapat tiga unsur yakni cipta, rasa dan karsa. Karsa adalah sumber yang menjadi penggerak segala aktivitas manusia, cipta adalah perwujudan dari adanya karsa dan rasa. Karsa maupun rasa kedua-duanya selalu ingin dipuaskan (Widagdho, 2001:99). Apabila karsa dan rasa tidak terpenuhi, maka manusia akan merasa menderita, karena karsa dan rasa merupakan sumber penderitaan manusia.  Keluh kesah, kesengsaraan, kelaparan, kekenyangan, kepanasan, dan lain-lain merupakan contoh penderitaan. Penderitaan yang dibahas dalam novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja meliputi siksaan dan rasa sakit.
3.2.1 Siksaan
            Siksaan merupakan tindakan yang menimbulkan rasa tidak nyaman, tidak tenang, rasa sakit dan sebagainya baik yang dirasakan secara fisik maupun secara batin. Siksaan yang terdapat dalam novel Sang Penakluk Angin yakni sebagai berikut.
“Hei cungkring!” teriak Agung yang melihatku.
“Kenapa Gung?”
“Mau ke mana? Buru-buru banget?”
“Mau ke kota.” Jawabku singkat. Aku malas berbincang dengan anak sombong seperti Agung.
“Hahaha.. anak desa ke kota!”
“Sirik kau!” (SPA:68-69).
              
Data tersebut menunjukkan siksaan yang dilakukan oleh Agung kepada Trimo. Siksaan tersebut berupa siksaan Batin yaitu ejekan Agung yang menyebut Trimo cungkring dan anak desa. Hal tersebut tidak membuat Trimo marah justru ia tidak malas berbicara dengan Agung yang sombong.
3.2.2 Rasa Sakit
            Rasa sakit merupakan rasa tidak nyaman atau sakit, baik jasmani maupun rohani. Rasa sakit merupakan akibat dari penyakit yang diderita, siksaan dan sebagainya.
”Aku tak menjawab ajakan Agung dan terus berjalan ke Balai Desa. Tiba-tiba Agung menyerempetku dari belakang. Aku jatuh terjerembab jatuh ke tanah. Agung hanya tertawa sambil berhenti tepat di depanku.”(SPA:69)

Data di atas menunjukkan rasa sakit yang dialami oleh Trimo, hal itu terjadi ketika Trimo tidak mau menjawab ajakan Agung karena dia sombong dan sering mengejeknya. Tanpa sepengetahuan Trimo tiba-tiba Agung menabraknya dari belakang sehingga dia jatuh ke tanah.

3.3 Manusia dan Keadilan
            Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Jika kita mengakui hak hidup kita, maka kita wajib mempertahankan hak hidup dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain (Widagdho, 2001:103). Hal ini disebabkan orang lain juga mempunyai hak hidup seperti kita. Jika kita mengakui hak hidup orang lain, kita wajib memberikan kesempatan-kesempatan kepada orang lain untuk mempertahankan hak hidup mereka sendiri. Jadi, keadilan pada pokoknya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban.
Sejak dahulu orang-orang terdahulu sudah mencari keadilan, terbukti semua filosuf seperti Plato, Aristoteles dan Kong Fu Tse, pernah mempermasalahkan tentang Keadilan. Keadilan dan ketidakadilan  tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi keadilan dan ketidakadilah setiap harinya (Widagdho, 2001:105). Masalah keadilan sosial akan terus dicari dan diperjuangkan manusia sampai kapan pun sebab masalah keadilan hakikatnya adalah masalah kemanusiaan, bukan sekedar menyangkut melainkan justru asasi kemanusiaan. Nilai keadilan adalah yang menentukan harkat dan martabat manusia, karena masalah keadilan selalu berhubungan dengan masalah hak. Pembahasan tentang keadilan dalam novel Sang Penakluk Angin terdiri atas kejujuran, kecurangan, dan pembalasan.
3.3.1 Kejujuran
            Jujur atau kejujuran berarti apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya. Jujur juga berarti seseorang yang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Jujur juga berarti menepati janji atau menepati kesanggupan, baik yang telah terlansir dalam kata-kata maupun yang masih di dalam hati atau niat.
            “Ya tentu saja aku tak bisa konsentrasi naik sepeda.”
“Lalu apa hubungannya denganku?”
“Karena aku suka kamu.” Jawabku tanpa aku sendiri menyadari kata-kata yang seakan meloncat langsung dari bibirku itu.”(SPA:279)

Tanpa disadari tiba-tiba Trimo menyatakan perasaannya kepada Siti yang sudah lama ia sembunyikan. Hal itu membuat Siti terkejut mendengar perkataan Trimo dan akhirnya ia menolak cinta Trimo, data tersebut menunjukkan kejujuran Trimo.
3.3.2    Kecurangan 
            Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, memfitnah dan juga sama dengan licik. Kecurangan merupakan  lawan dari kejujuran. Kecurangan yang terdapat dalam novel Sang Penakluk Angin yakni sebagai berikut.
Aku tak menjawab ajakan Agung dan terus berjalan ke Balai Desa. Tiba-tiba Agung menyerempetku dari belakang. Aku jatuh terjerembab jatuh ke tanah. Agung hanya tertawa sambil berhenti tepat di depanku.”(SPA:69)

Data tersebut menunjukkan kecurangan yang dilakukan Agung kepada Trimo, tiba-tiba Trimo menabrak dari belakang tanpa sepengetahuan dan tanpa sebab  sehingga Trimo sampai terjatuh terjerembab ketanah. Di situlah letak kecurangan Agung salah satu teman yang selalu usil kepada Trimo.

3.3.3 Pembalasan
            Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
”Tiba-tiba Agung mencoba memukulku, aku menghindar dan menarik tangannya sambil berusaha menendang ke arah perut.(SPA:70)

Data tersebut menunjukkan pembalasan yang dilakukan oleh Trimo karena kesal kepada Agung yang selalu usil, Trimo membalasnya kepada Agung ketika mereka berkelahi. Trimo menghindar dan membalas pukulan dari Agung sampai menendang dan mengenai perut Agung.

3.4 Manusia dan Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yamg bertanggung jawab. Disebut demikian karena manusia, selain merupakan makhluk individual dan makhluk sosial, juga merupakan makhluk Tuhan (Widagdho, 2001:144-145). Menurut sifat dasarnya manusia adalah makhluk bermoral tetapi juga seorang pribadi oleh karena itu manusia sering disebut makhluk yang bebas, artinya manusia bebas menentukan dirinya sendiri. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab karena ia memerankan sejumlah peranan dalam konteks sosial, individual  ataupun teologis. Tanggung jawab tersebut menyangkut tanggung jawab manusia dengan manusia dan tangggung jawab manusia kepada Tuhan YME. Pembahasan manusia dan tanggung jawab terdiri atas, pengabdian, kesadaran, dan pengorbanan.
3.4.1 Pengabdian
 Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan antara lain kepada raja, cinta, kasih sayang, hormat,  atau suatu ikatan, dan semua itu dilakukan dengan ikhlas. Pengabdian dapat berupa pengabdian kepada keluarga, pengabdian kepada masyarakat, pengabdian kepada negara, dan pengabdian kepada Tuhan.
”Terkadang aku benar-benar merasa kasihan melihat bapak dan ibu yang bekerja keras setiap hari. Aku ingin membantu mereka tetapi aku masih terlalu kecil untuk bekerja. Bapak pasti melarangku padahal kalau aku ikut bekerja ditempatnya abah Tarno, seperti temanku Iwan yang tak lagi sekolah, ia selalu membantu orang tuanya jualan sapu dan cobek dipasar Clunglung, ia pasti bangga bisa membantu orang tuanya. Aku sangat ingin bisa ikut membantu bapak dan ibu.” (SPA:66)

Data tersebut menunjukkan pengabdian Trimo kepada orang tuanya, hal tersebut ditunjukkan dengan keinginannya untuk membantu pekerjaan bapaknya agar menjadi lebih ringan, sehingga pendapatan bapaknya menjadi lebih banyak. Trimo sangat mensyukuri keadaannya sekarang meskipun hidupnya serba kekurangan tetapi Trimo mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tuanya.
3.4.2  Kesadaran
Kesadaran adalah keinsyafan terhadap perbuatan yang dilakukan. Sadar artinya merasa, tahu atau ingat (kepada keadaan yang sebenarnya), keadaan ingat akan dirinya, sadar dari lamunannya, ingat kembali (dari pingsannya), siuman bangun (dari tidur) dan  ingat, mengetahui dan mengerti dan sebagainya. Jadi, kesadaran adalah hati yang telah terbuka atau pikiran yang telah  terbuka tentang apa yang telah dikerjakan. Kesadaran terhadap suatu hal dapat terjadi karena banyak hal. Data dalam novel Sang Penakluk Angin yang menunjukkan kesadaran yakni sebagai berikut.
”Dia menolak cintaku Man. Sudahlah, mungkin memang bukan dia yang terbaik buatku.” jawabku sambil mencoba menghibur hati yang kini mulai sakit lagi.”(SPA: 292)

Data tersebut menunjukkan kesadaran Trimo ketika cintanya di tolak oleh Siti. Trimo sudah menyatakan perasaannya kepada Siti tetapi Siti menolaknya karena Trimo dari keluarga miskin ia lebih memilih Agung sebagai kekasihnya. Trimo menyadari keputusan Siti tersebut ia tidak marah ataupun membenci Siti.
3.4.3 Pengorbanan
Pengorbanan  berasal dari kata korban artinya memberikan secara ikhlas harta, benda, waktu, tenaga, pikiran, bahkan mungkin nyawa, demi cintanya. Pengorbanan juga dapat diartikan melakukan sesuatu untuk mempertahankan ikatannya atau demi kesetiaan serta kebenaran. Pengorbanan dilakukan dengan tulus atau ikhlas karena rasa cinta, kesadaran dan kesetiaan yang besar. 
”Pak sejak awal Trimo sudah ingin bekerja, biarlah kalau ada rezeki untuk sekolah, maka Trimo akan sekolah. Walaupun rezeki itu hanya cukup untuk Irna, maka biarlah Trimo bekerja,” kataku mantap.(SPA:190)

Data tersebut menunjukkan pengbdian Trimo kepada Keluarganya, ia menyadari jika orang tuanya sudah tidak mampu untuk menyekolahkannya. Selain Trimo tidak mementingkan dirinya sendiri hal itu ia lakukan saat menyerahkan jatah beasiswa dari sekolah kepada adiknya, hal tersebut menunjukkan rasa sayang dan pengabdian kepada keluarganya










DAFTAR PUSTAKA

Esten, Mursal. 1984. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.
Jones, Edward, H. 1968. Outlinenes of Literature. New York: The Mac Millan Company.
Lubis, Mochtar. tanpa tahun. Tehnik Mengarang. tanpa kota: P.T. Nunang Jaya.
Novanka, Raja. 2012. Sang Penakluk Angin. Jakarta: Zettu.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra. Metode Kritik dan Penerapannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Semi, Atar. 1990. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung : Angkasa.
Sudjiman, Panuti (Ed).1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: PT Gramedia.
Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
UPT Penerbitan UNEJ. 2010. Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jember: University Press.
Wellek dan Warren. 1959. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani Budianta dari Theory of Literature (1977). Jakarta: PT Gramedia.
Widagdho,  Djoko. 2001. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar