KAJIAN
HUMANIORA NOVEL SANG PENAKLUK ANGIN
KARYA NOVANKA
RAJA
(disusun untuk memenuhi
proposal skripsi)
Oleh
Angga Bakhtiar
NIM 090110201012
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Karya sastra merupakan suatu
bentuk institusi sosial dan hasil pekerjaan seni kreatif dengan menggunakan
bahasa sebagai mediumnya. Hubungan antara sastra, masyarakat dan kebudayaan sangat erat oleh
sebab itu, sebagian besar objek karya sastra adalah pengalaman hidup manusia
terutama yang menyangkut sosial budaya, kesenian, dan sistem berpikir yang
dibentuk secara kreatif dengan media bahasa (Semi, 1990:8).
Luxemburg (1982:5) menyatakan
bahwa sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreativitas, atau sebuah kreasi,
bukan semata-mata sebuah imitasi. Sastrawan menciptakan sebuah dunia baru dan
meneruskannya, bahkan menyempurnakannya seolah-olah sebagai dunia nyata. Karya
sastra merupakan suatu luapan emosi yang spontan, maka penciptaannya memerlukan
kreativitas pengarang.
Dalam novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja terdapat dua
fungsi seni seperti yang diungkapkan Horace yaitu dulce et utile atau
indah dan berguna. Novanka Raja berusaha memikat hati pembaca melalui kisah
nyata yang sangat indah, penuh semangat untuk meraih impian, dan dapat
menghibur pembaca.
Penulis mengkaji novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja menggunakan
analisis Humaniora. Novel tersebut mengungkapkan tentang seorang anak yang mempunyai
semangat yang kuat untuk hidupnya dan keluarganya menjadi lebih baik disektor
prekonomiannya dan ingin membanggakan nama keluarganya. Pengarang menciptakan
tegangan sehingga penulis menganggapnya sebagai bahan kajian yang pelu
penelitian secara khusus. Sang Penakluk Angin merupakan novel yang diangkat dari kisah
nyata atau karya non fiksi yang memiliki pesan dan kesan moral pada pembacanya.
Istilah kajian dalam skripsi
yang juga memiliki arti menganalisis, meneliti, dan membahas. Penulis menitik
beratkan pengkajian pada pendekatan aspek humaniora karena isi cerita novel Sang
Penakluk Angin karya Novanka
Raja mengandung aspek-aspek humaniora. Konflik-konflik yang terdapat dalam
novel tersebut mengandung aspek-aspek humaniora yang menarik untuk dikaji.
Sebelum mengkaji aspek humaniora, terlebih dahulu dilakukan kajian struktural
sebagai langkah awal dari suatu pengkajian karya sastra.
1.2 Permasalahan
Suatu karya ilmiah membutuhkan kejelasan sehingga pembahasannya dapat
memberikan deskripsi secara tuntas dan terarah. Analisis tersebut berkaitan
erat dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian. Menurut Semi (1993:32), pemilihan masalah dalam
suatu penelitian sangat menentukan kelangsungan proses penelitian. Permasalahan
dalam penelitian mutlak dirumuskan sejelas mungkin, agar merangsang peneliti
untuk berpikir dan melakukan usaha pendalaman yang lebih mendasar. Oleh karena
itu, permasalahan merupakan faktor penting dalam penelitian.
Permasalahan yang dibahas
peneliti adalah sebagai berikut:
1) Bagaimana keterkaitan unsur-unsur struktural
yang terdapat dalam novel Sang Penakluk Angin karya Novanka
Raja yang meliputi judul, tema,
penokohan dan perwatakan, konflik, latar, dan keterjalinan antarunsur tersebut?
2) Bagaimana aspek humaniora yang terdapat
dalam novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja yang
meliputi: manusia dan cinta kasih, manusia dan penderitaan, manusia dan
keadilan, dan manusia dan tanggung jawab?
1.3 Tujuan
dan Manfaat
Suatu penelitian mempunyai tujuan dan manfaat yang akan dicapai. analisis
novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja mempunyai tujuan dan
manfaat.
1.3.1
Tujuan Umum:
Tujuan umum pengkajian novel Sang
Penakluk Angin karya Novanka Raja adalah:
1)
meningkatkan kegiatan apresiasi terhadap karya sastra,
terutama novel Sang Penakluk Angin karya
Novanka Raja, sehingga memberikan nilai tambah tentang arti pentingnya
apresiasi karya sastra.
2)
memperoleh
representasi makna karya sastra sebagai pengetahuan tentang nilai-nilai yang
terkandung dalam karya sastra khususnya dalam aspek Humaniora.
1.3.2
Tujuan Khusus :
Tujuhan khusus
pengkajian novel Sang Penakluk Angin karya
Novanka Raja adalah:
1) mendeskripsikan unsur-unsur struktur novel
Sang Penakluk Angin yang meliputi: judul, tema, penokohan dan
perwatakan, konflik, latar, dan keterjalinan antarunsur tersebut.
2) mendeskripsikan aspek humaniora novel Sang
Penakluk Angin yang terdiri atas: manusia dan cinta kasih, manusia dan
penderitaan, manusia dan keadilan, serta manusia dan tanggung jawab.
1.4 Tinjauan
Pustaka
Suatu penelitian memerlukan
tinjauan pustaka untuk mengetahui apakah penelitian serupa sudah atau belum
pernah dilakukan. Oleh karena itu, diperlukan tinjauan pustaka novel Sang
Penakluk Angin karya Novanka Raja
untuk mengetahui adanya penelitian sebelumnya sehingga dapat dihindari
terjadinya pengulangan.
Penelusuran yang penulis
lakukan, baik di perpustakaan maupun di internet, selama ini belum ada
penelitian yang membahas Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja termasuk aspek humanioranya. Dengan
demikian, penelitian yang penulis lakukan terhadap novel tersebut merupakan penelitian yang baru karena
sebelumnya belum pernah dilakukan.
1.5 Landasan
Teori
Landasan teori merupakan konsepsi dan teori para ahli yang
dapat dijadikan sumber acuan dalam kajian suatu objek yang bersifat ilmiah,
termasuk penelitian dalam bidang ilmu sastra. Kegiatan ilmiah memerlukan teori
yang tepat dan relevan dengan objek yang diteliti agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
Penelitian terhadap karya
sastra merupakan penelitian ilmiah sehingga harus didasarkan pada teori yang
tepat dan sesuai dengan penerapan data. Seorang penelaah sastra harus dapat
menerjemahkan pengalaman sastranya dalam bahasa ilmiah dan dapat menjabarkan
dalam uraian yang jelas dan rasional (Wellek dan Warren, 1959:3). Berdasarkan
hal tersebut pengkajian terhadap novel Sang Penakluk Angin karya
Novanka Raja dilakukan secara
struktural dan pragmatik.
Pengkajian terhadap Sang
Penakluk Angin karya Novanka Raja memerlukan teori-teori yang mendukung. Setiap peneliti sastra harus
mempersiapkan konsep-konsep yang merupakan teori penelitian dan dengan sadar
menggunakan teori tersebut dalam pengumpulan data, analisis data dan penarikan
kesimpulan penelitian. Berdasarkan pendapat tersebut dalam membahas novel Sang Penakluk Angin karya
Novanka Raja ini, teori-teori
yang digunakan merupakan teori-teori sastra yang secara garis besar mengacu kepada
pendekatan struktural dan pendekatan pragmatik.
1.5.1
Teori Struktural
Kajian struktural suatu karya
sastra merupakan suatu tahap pendahuluan dalam mengkaji karya sastra yang
berhubungan erat (Pradopo,1995:118). Kajian struktural bertujuan untuk membongkar
dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail dan sedalam mungkin keterkaitan dan
keterjalinan semua unsur dan aspek karya
sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1988:135).
Adanya kajian struktural menjadikan penelitian karya sastra lebih sistematis.
Unsur struktural merupakan unsur yang membangun karya sastra.
Unsur struktural suatu karya sastra meliputi: judul, tema, penokohan dan
perwatakan, latar, alur, konflik, sudut pandang penceritaan dan gaya bahasa.
Berdasarkan unsur struktural tersebut, kajian struktural novel Sang
Penakluk Angin karya Novanka Raja yang akan dibahas yaitu: judul, tema, penokohan dan perwatakan, konflik, dan
latar, karena unsur tersebut mempunyai nilai yang menonjol dan dapat mewakili
unsur yang lain.
a. Judul
Judul merupakan salah satu
unsur penunjang dan pembentuk yang memiliki keterkaitan dengan unsur penunjang
dan pembentuk yang lain dalam sebuah karya sastra. Judul yang menarik akan
merangsang minat pembaca untuk membacanya secara menyeluruh dan memahami
isinya.
Pernyataan di atas dapat
disimpulkan bahwa judul yang menarik akan dapat dipakai sebagai alat untuk
menimbulkan minat pembaca. Suatu judul kadang-kadang tersirat isi atau nama
tokoh yang ada pada cerita. Judul seringkali menunjukkan unsur tertentu dari
karya sastra (E. Jones, 1968:28-29):
1) judul
dapat menunjukkan tokoh utama;
2) judul dapat menunjukkan alur atau waktu; hal ini terdapat pada cerita
yang disusun secara kronologis;
3) judul dapat menunjukkan objek yang
dikemukakan dalam sebuah cerita;
4) judul dapat mengidentifikasikan keadaan
atau suasana cerita;
5) judul dapat mengandung beberapa
pengertian, misalnya tempat atau suasana.
Judul
mempunyai peranan penting dalam struktur suatu karya sastra, keberadaan judul
seringkali mencerminkan arti dalam sebuah cerita. Judul juga dapat membedakan
antara karya sastra yang satu dengan karya sastra yang lain.
b. Tema
Tema merupakan permasalahan
yang disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Tema dapat berupa pengamatan
terhadap kehidupan, pengamatan tersebut dapat bersifat implisit sehingga
pemecahannya terserah pada masing-masing pembaca.
Tema diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor merupakan makna pokok cerita
yang menjadi dasar atau gagasan umum karya itu, sedangkan tema minor merupakan
tema tambahan yang bersifat mendukung tema mayor (Nurgiyantoro, 2002:82-83). Ada
tiga kriteria dalam menentukan tema mayor, yaitu:
1)
melihat
persoalan yang menonjol
2) menentukan persoalan yang paling banyak
menimbulkan konflik
3) mencari persoalan yang paling banyak
membutuhkan waktu penceritaan (Esten, 1990:92).
c. Penokohan dan Perwatakan
Sebuah cerita berisi kisah
tentang pelaku. Tanpa pelaku yang melakukan, tidak memungkinkan akan terjadi
cerita, sebab para pelaku inilah yang nantinya akan saling bertemu, bercerita
dan mungkin bertengkar, sehingga menimbulkan konflik yang kemudian membentuk
klimak cerita-cerita dan selanjutnya menuju penyelesaian. Pembahasan penokohan
meliputi dua aspek, yaitu aspek penampilan tokoh dan watak tokoh. Aspek
penampilan tokoh membahas fungsi dan kedudukan tokoh dalam suatu cerita.
Berdasarkan fungsi dan kedudukan tokoh dalam cerita, tokoh terdiri dari tokoh
utama dan tokoh bawahan.
Menurut Nurgiyantoro
(1995:176), dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam
sebuah cerita, tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus serta
mendominasi sebagian besar cerita disebut tokoh utama. Sebaliknya, tokoh yang
hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan dalam porsi
penceritaan yang relatif pendek dibandingkan tokoh utama disebut tokoh
tambahan. Tokoh utama merupakan seorang tokoh yang sangat berperan dalam
membawa persoalan dalam cerita. Semua tokoh lain akan berpusat padanya, baik
yang menentang maupun yang mendukungnya. Tokoh yang kedudukannya sejajar,
tetapi selalu menentang tokoh utama disebut sebagai tokoh pendamping (antagonis),
sedangkan tokoh-tokoh lainnya merupakan tokoh bawahan. Keberadaan tokoh utama
dan tokoh bawahan saling mendukung. Langkah-langkah dalam mencari tokoh utama
sebagai berikut:
1) mencari tokoh yang paling erat hubungannya
dengan permasalahan;
2) mencari tokoh yang paling banyak
berhubungan dengan tokoh lain;
3) mencari tokoh yang paling banyak
membutuhkan waktu penceritaan (Esten, 1984:93).
Tokoh ditinjau dari segi
karakternya terbagi menjadi: flat character atau watak datar dan round
character atau watak bulat. Flat character merupakan watak tokoh
yang tidak mengalami perubahan dari awal sampai akhir cerita sehingga tokoh
tersebut hanya memiliki satu watak, sedangkan round character merupakan
watak tokoh yang mengalami perubahan dari awal sampai akhir cerita.
d. Konflik
Menurut Sudjiman (1986:42), konflik atau tikaian adalah ketegangan di dalam
cerita rekaan atau drama, pertentangan antara dua kekuatan. Pertentangan ini
dapat terjadi dalam diri satu tokoh, antara tokoh dan masyarakat atau lingkungannya,
serta antara tokoh dan alam. Eddy (1991:116) berpendapat bahwa konflik adalah
ketegangan yang terjadi dalam cerita rekaan (cerpen, novel) dan cerita lakuan
(drama). Konflik terjadi karena adanya pertentangan antara dua kubu kekuatan,
baik secara fisik, psikis, maupun sosial. Konflik dalam ceita rekaaan maupun
lakuan terwujud melalui tokoh-tokoh cerita, yang paling banyak terjadi ialah
konflik antara seorang tokoh dengan tokoh lainnya. Hampir setiap drama atau cerita rekaan mengandung
konflik semacam ini. Konflik merupakan sifat khas cerita lakuan. Menurut Wellek dan Warren (1989:285), konflik adalah sesuatu yang dramatik,
mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang, menyiratkan adanya
aksi dan aksi balasan. Kemampuan pengarang untuk memilih dan membangun konflik
melalui berbagai peristiwa (baik aksi maupun kejadian) akan sangat menentukan
kadar kemenarikan, suspense, cerita yang dihasilkan. Misalnya
peristiwa-peristiwa manusiawi yang seru, yang sensasional, yang paling
berkaitan satu dengan yang lain dan menyebabkan munculnya konflik yang
kompleks, biasanya cenderung disenangi pembaca. Bahkan yang dihadapi dan
menyita perhatian pembaca ketika membaca
suatu karya naratif adalah terutama peristiwa-peristiwa konflik, konflik yang
semakin memuncak, klimaks, dan kemudian penyelsaian ( Nurgiyantoro, 1995:122 ).
e. Latar
latar atau setting adalah unsur
cerita yang tidak hanya berkaitan dengan tempat dan waktu terjadinya peristiwa
dalam cerita, tetapi juga menyangkut hal-hal yang kompleks. Latar dapat
memberikan pijakan secara konkrit dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan
kesan realistis kepada pembaca. Nurgiyantoro (1995:227).
1.5.2
Teori Pragmatik
Pendekatan pragmatik
merupakan suatu pendekatan yang menitik beratkan peran pembaca. Menurut A Teeuw
(1984:50), pendekatan pragmatik adalah pendektan yang menekankan peranan
pembaca sebagai penikmat dan penghayat karya sastra. Pendekatan ini menyangkut
prinsip bahwa karya sastra yang baik adalah karya sastra yang dapat memberikan
kesenangan dan faedah bagi pembacanya. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembaca
dalam menikmati karya sastra tidak hanya menganggap karya sastra sebagian
hiburan saja, melainkan pembaca juga harus dapat mengambil manfaat dari karya
sastra tersebut.
Pengarang
dalam menghasilkan karya sastra tidak dalam pikiran yang kosong, melainkan
berdasarkan latar belakang tertentu. Karya sastra yang di hasilkan pengarang
dinikmati dan dimanfaatkan oleh masayarakat pendapat tersebut yang menunjukkan
eratnya hubungan sastra dengan masyarakat.
1.6 Metode Pembahasan
Metode merupakan suatu cara
untuk memahami objek suatu penelitian ilmiah. Penelitian akan berhasil
dengan baik jika menggunakan metode yang tepat dan sesuai dengan sifat
permasalahan. Semi (1993:9) membagi dua jenis penelitian ditinjau dari metode
kerja, yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Kedua jenis
penelitian ini, kuantitatif dan kualitatif, mempunyai implikasi metodologis
yang berbeda, baik pada corak desain, teknik pengumpulan data, teknik
pengukuran, dan teknik analisis data. Perbedaan utama terletak pada proses
verivikasinya. Penelitian kuantitatif menggunakan pengukuran dan analisis yang
dikuantitatifkan, dengan menggunakan analisis statistik dan model matematik,
sedangkan penelitian kualitatif yang diutamakan bukan kuantifikasi berdasarkan
angka-angka, tetapi yang diutamakan adalah kadalaman penghayatan terhadap
interaksi antar konsep yang sedang dikaji secara empiris. Pada penelitian ini,
penulis menggunakan metode pendekatan struktural yang dilanjutkan dengan analisis
Humaniora.
1.7 Sistematika Pembahasan
Sistematis Penulisan proposal
skripsi dengan judul ”Kajian Humaniora Novel Sang Penakluk Angin karya Novanka
Raja” dilakukan analisis secara bertahap berdasarkan pendekatan struktural dan
pendekatan pragmatik yang dibatasi pada aspek humaniora.
Sistematika penulisan di dalam
penyusunan proposal skripsi ini adalah sebagai berikut.
I Pendahuluan
meliputi: latar belakang,
permasalahan, tujuan, tinjauan pustaka, landasan teori, metode pembahasan, dan
sistematika pembahasan.
II Analisis Struktural meliputi: judul, tema,
penokohan dan perwatakan, konflik serta latar.
III
Analisis Humaniora yang meliputi: manusia dan cinta kasih, manusia dan
penderitaan, manusia dan keadilan, manusia dan tanggung jawab.
IV Kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
ANALISIS
STRUKTURAL
Analisis struktural adalah analisis yang menitik beratkan pada pembahasan
unsur-unsur pembentuk karya sastra. Teeuw (1984:135) menyatakan bahwa analisis
sruktural bertujuan membongkar dan memaparkan secara cermat, teliti, detail,
dan mendalam terhadap keterkaitan dan keterjalinan semua analisis dan aspek
karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Analisis
struktural novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja terbatas pada
unsur-unsur intrinsik yaitu: judul, tema, penokohan dan perwatakan, konflik
serta latar.
2.1 Judul
Judul merupakan kepala karangan yang menjadi salah satu unsur penunjang
dan pembentuk yang memiliki keterkaitan dengan unsur penunjang dan pembentuk
yang lain di dalam sebuah karya sastra. Pada karya tulis ilmiah judul di angkat
dari tema (topik), sedangkan pada karya fiksi judul bersifat manasuka. Judul
yang menarik akan dapat dipakai sebagai alat untuk menimbulkan minat pembaca,
judul sering mencerminkan isi cerita. Judul novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja menunjukkan tokoh utama.
“Bulan demi
bulan kemudian berlalu hingga tahun berganti, aku terus bekerja keras, tak
terasa bahkan kini usiaku sudah enam belas tahun. Usaha shuttlrcock kami benar-benar berkembang pesat. Bapak kini menambah
jumlah karyawan hingga tota ada lima belas orang yang bekerja di tempat kami.
Bapak berhasil membeli sebidang tanah pekarangan yang ada di belakang rumah dan
merubahnya menjadi tempat usaha yang lebih besar………” (Sang Penakluk Angin: 281)
Trimo yang
dulunya hanya seorang anak biasa yang mempunyai cita-cita dan impian yang
sederhana, kini Trimo menjadi sosok orang yang sukses dalam hidupnya. Berkat
dorongan dan dukungan dari sahabat dan orang-orang terdekatnya. Sehingga impian
dan cita-citanya kini terwujud walau dengan pengorbanan yang sangat luar biasa.
Dari data di atas disimpulkan Sang Penakluk Angin yang pantas untuk di jadikan
juduk karena perjuangan seorang anak yang sangat lur biasa dan tanpa menyerah
dengan keadaan seperti apapun.
2.2 Tema
Setiap karya sastra pasti mempunyai tema. Nurgiyantoro (1995:82-83) menyatakan bahwa tema
ada dua yaitu tema mayor (tema utama) dan tema minor (tema tambahan). Tema
mayor dan tema minor mempunyai suatu keterkaitan karena tema minor merupakan
pendukung tema mayor.
2.2.1 Tema Mayor
Nurgiyantoro (1995:82-83)
menjelaskan bahwa tema mayor adalah makna pokok cerita yang menjadi dasar atau
gagasan dasar umum karya itu. Menurut Esten (1984:98), ada tiga kriteria dalam
menentukan sebuah tema mayor dalam suatu karya sastra, yaitu mencari persoalan
yang paling menonjol, mencari persoalan yang paling banyak menimbulkan konflik,
dan mencari persoalan yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan.
Berdasarkan kriteria tersebut dapat diketahui bahwa tema mayor dalam novel Sang Penakluk Angin tokoh Trimo
punya impian ingin merubah nasib dirinya sendiri dan nasib keluarganya.
Bagaimana pun, tak seorang pun yang bisa menghentikan impian Trimo.
“Mm, kan
Trimo sudah bilang, kelak Trimo akan menjadi tukang becak saja, dapat uang yang
banyak.” Sahutku sambil terus mengunyah tempe. Hanya jawaban itu yang bisa
kutemukan tiap kali ditanya cita-citaku kelak.” “cita-cita itu mbok
yang bagus, jadi polisi atau presiden gitu loh Mo.” Balas ibu sambil menepuk
pundakku.” (Sang Penakluk Angin:18)
Walaupun dulunya
Trimo seorang anak yang mempunyai cita-cita sebagai tukang becak saja, sifat
kukuh dalam pendiriannya untuk menjadi tukang becak kini mulai perlahan
sahabatnya serta keluarganya membantu agar supaya cita-citanya yang sederhana
itu dapat berubah menjadi juragan shuttlecock.
“Mungkin kau
bisa jadi juragan shuttlecocok
sepeerti Abah Tarno, jadi kalau aku juara aku akan memborong semua shuttlecocok buatanmu. Aku akan bermain shuttlecockmu di Inggris.” (Sang
Penakluk Angin: 15)
Dalam novel Sang
Penakluk Angin, persoalan yang paling menonjol adalah hubungan tokoh Trimo
dan Herman yang tidak sejalan dengan
keinginannya menjadi juragan shuttlecock.
Padahal tokoh Trimo ingin sekali menjadi tukang becak saja. Cerita mengenai
hubungan Trimo dan Herman sering mengalami konflik sehingga membutuhkan waktu
penceritaan yang cukup banyak. Herman
yang sangat berambisi agar supaya sahabatnya Trimo yakin apa yang
dikatannya kelak akan menjadi juragan shuttlecock.
Namun Trimo tidak yakin apa yang dikatatan oleh Herman
“Aku terdiam
mendengar kata-kata Herman.”
“Kelak kalau
memang dia menjadi juara dunia, aku tentu saja akan sangat bangga. Aku mulai
membayangkan pertandingan Herman kelak di Inggris, pasti akan ditonton semua
orang didesaku.”
“Tapi untuk
jadi juragan shuttlecock seperti Abah
Tarno, mungkin aku terlalu bermimpi untuk itu.”
“Kami kemudian
berjalan pulang sambil terus berbicara tentang angan-angan Herman bermain di
Inggris.” (Sang Penakluk Angin: 15)
Tema merupakan
ide pokok yang disampaikan oleh pengarang. Tema mayor merupakan tema atau
gagasan yang mendasari keseluruhan cerita. Penjelasan di atas, maka disimpulkan
bahwa tema mayor dalam novel Sang
Penakluk Angin karya Novanka Raja adalah “perjuangan dan pengorbanan dalam
menghadapi sulitnya kehidupan untuk mencapai kesuksesan”.
2.2.2 Tema Minor
Tema minor akan melengkapi
keberadaan tema mayor dan juga akan mengembangkan cerita karena tema minor
mengacu pada tokoh bawahan. Tema minor dalam novel Sang Penakluk Angin
adalah.
Tema ini mengacu pada tokoh
Herman, seorang sahabatnya Trimo mulai kecil hingga keduanya beranjak dewasa
yang sangat baik. Yang selalu ingin menjadi juara bulu tangkis dunia.
”Usiaku saat itu sekitar sebelas tahun, bersama
Herman, teman mainku yang selalu membawa raket ke mana pun ia pergi, kami naik
ke atas pohon jambu yang ada di halaman. Dari tempat ini kami bisa menonton
televisi dengan jelas, tak harus berdesak-desakan, dengan orang lain.”
”Ia selalu yakin
duatu saat nanti akan menjadi pemain bulu tangkis yang hebat, bahkan
sebagai juara dunia dan aku percaya itu karena dialah yang pandai bermain bulu
tangkis di antara teman-temanku yang lain.” (Sang Penakluk angin:6-7)
Dari penjelasan data di atas bahwa novel Sang
Penakluk Angin mengidentifikasi,
kemiskinan yang dialami oleh pihak keluarga Herman dan pihak keluarga
Trimo sama. Di desa situlah yang mempunyai sebuah televisi hanyalah Abah Tarno,
beliau yang mempunyai usaha pembuatan shuttlecock. Keluarga Abah Tarno yang tergolong keluarga mampu di
desanya. Dari situlah Herman mulai berpikiran agar sahabatnya Trimo menjadi
juragan shuttlecock yang sukses
seperti abah Tarno yang kebetulan seorang yang mampu didesanya.
2.3 Penokohan dan Perwatakan
Penokohan
dan perwatakan berperan penting dalam karya sastra. Menurut Nurgiyantoro
(1995:176), berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam suatu
cerita, tokoh cerita dibedakan menjadi dua yaitu tokoh utama atau central
character atau main character dan tokoh bawahan atau peripheral
character.
2.3.1 Tokoh utama
Tokoh
utama merupakan tokoh yang dianggap penting dan ditampilkan terus menerus
sehingga mendominasi sebagian besar cerita. Menurut Esten (1984:93), ada tiga
kriteria dalam menentukan tokoh utama yaitu: (1). mencari tokoh yang paling
erat hubungannya dengan permasalahan, (2). mencari tokoh yang paling banyak
berhubungan dengan tokoh lain, (3). mencari tokoh yang paling banyak
membutuhkan waktu penceritaan. Berdasarkan kriteria tersebut maka penulis
menetapkan tokoh Kastrimo nama
panjangnya namun sering di panggil Trimo, ia sebagai tokoh utama dalam
novel Sang Penakluk Angin.
”Trimo mengalami kemajuan yang luar biasa, tes
kali ini ia ranking dua. ”Semoga nanti nilainya bisa ditingkatkan atau dijaga
ya.” kata Bu Tarsini.
”Terima kasih Bu. Oh iya berapa tunggakan yang
harus dibayar Bu? Maaf kalau anak saya sering menunggak uang sekolah.” (Sang
Penakluk Angin: 94-95)
Dari
penjelasan data di atas tokoh Trimo sangat tampak jelas memiliki
kepandaian di sekolahnya la yang sangat luar biasa. Ketika tunggakan biaya
sekolah mulai banyak dan prekonomian di keluarganya kini mulai buruk maka
terpaksa Irna atau Trimo yang akan putus sekolah. Tokoh Trimo mempunyai sifat
yang tegas di antara teman-teman seumurannya dalam menghadapi suatu masalah.
“Mo, kemarin aku dibelikan buku baru. Kalau kau mau aku berikan satu
untukmu.”
“Mm…” aku hanya terdiam. Aku ingin mengatakan kepada Herman kalau aku
tak melanjutkan sekolah lagi tapi aku tak bisa, aku masih malu.” (Sang Penakluk
Angin: 99)
Tokoh Trimo tetap terima dengan keadaan yang
sederhana saat ini, Trimo mengerti kalau keluarganya sudah tidak mampu lagi
untuk membiayai sekolahnya. Trimo memang tidak pernah menyerah dengan keadaanya
saat ini. Trimo melakukan segala usaha untuk mencari uang agar dapat
menlanjutkan sekolahnya. Di simpulkan bahawa sosok Trimo sangat sabar dan
tabah.
2.3.2 Tokoh Tambahan
Tokoh
tambahan berhubungan yang erat dan sangat mendukung posisi tokoh utama. Tokoh
tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam
suatu cerita dan kemunculannya hanya mendapatkan porsi penceritaan yang relatif
pendek (Nurgiyantoro, 1995:176).
1.
Pak Husein
Pak Husein adalah sosok orang
tua yang sangat mendukung impian anaknya, beliau seorang yang sabar dan selalu
mengajari anak-ananya untuk mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan.
”Hidup ini memang perjalanan Mo. Kita tak tahu apa
yang akan kita temui di sepanjang jalan itu, jadi kita harus tetap membawa
bekal, salah satunya adalah rejeki. Siapa tahu kelak kita juga akan membutuhkan
rejeki yang datangnya dari orang lain. Sebenarnya rejeki yang hari ini kita
dapat juga lewat orang lain. Kita saling membutuhkan, jadi janganlah kamu kelak
menutup jalan agar orang lain memperoleh rejekinya.” Jelas Bapak yang terdengar
seperti sedang berkhotbah shalat jumat di Masjid.” (Sang Penakluk Angin:
206-207)
Dari data di atas novel Sang Penakluk Angin
mengidentifikasi bahawa Pak Husein seorang kepala keluarga yang sangat sabar
dan saling menghormati orang lain, serta mendidik anak-anaknya dengan baik. Kepribadianya
sangat baik, ia sangat sayang kepada keluarganya terutama kepada anak
pertamanya yang bernama Trimo. Pekerjaanya sebagai buruh pembersih bulu angsa
di sebuah industri shuttlecock demi kelangsungan hidup keluarganya.
2. Pak Kardi
Pak Kardi di gambarkan dalam novel ini sebagai
sosok orang yang baik dan sering membantu keluarga Trimo. Pak Kardi sangatlah
sabar dan telaten dalam membibing keluarga.
“Assalamualaikum.” Terdengar suara bapak.
“Wa’alaikum salam.” Jawab kami.
Bapak kemudian
datang memasuki dapur sambil membawa satu kantung plastik minyak tanah.
“Pak Kardi
sudah datang?” sapa bapak begitu melihat Pak Kardi mulai menyortir bulu-bulu
yang sudah di cuci yang dikeringkan kemarin.
“Hari ini kita harus membuat shuttlecock yang bagus.” jawab Pak Kardi.
“Terima kasih
Pak, sudah mau membantu dan ikut berusaha bersama.” Kata bapak sambil meletakan
plastik hitam berisi minyak tanah itu.” (Sang Penakluk Angin: 193)
Dari data novel Sang Penakluk Angin
mengidentifikasi bahwa Pak Kardi sosok orang yang sabar dan telaten dalam
bekerja, beliau rekan kerjanya bapak Husein. Trimo sangat senang dengan
kehadiran Pak Kardi di tengah-tengah keluarganya dalam kondisi suka maupun
duka, ditunjukkan dengan sering berkunjung kerumah Pak Husein untuk membantu
dalam urusan pekerjaan maupun masalah keluarganya. Begitu juga sebaliknya Pak
Kardi juga sangat senang terhadap keluarga Trimo.
3. Herman
Herman
adalah seorang anak yang sangat menyukai bulu tangkis, Herman salah satu teman
terbaiknya Trimo sejak kecil hingga keduanya mulai beranjak dewasa. Herman
mempunyai cita-cita untuk menjadi pemain bulutangkis profesional. Herman salah
satu teman yang selalu mengerti tentang keadan sahabatnya. Herman seorang anak
yang sabar, di tunjukan dalam menuntun sahabatnya agar supaya cita-citanya
menjadi juragan shuttlecock yang
sukses.
”Kau lihat tempat bermain bulutangkis di televisi
tadi? Kelak aku yang akan bermain di sana, aku akan menjadi juara dunia!”
sekali lagi Herman selalu menyombongkan dirinya.” (Sang Penakluk
Angin:13)
Heraman adalah salah satu teman mulai kecil
Trimo, Herman mengerti segalanya tentang keadaan Trimo dan dia salah satu teman
yang paling baik. Data di atas menunjukkan semangat Herman yang kuat kepada
Trimo, cita-citanya menjadi pebulutangkis professional selalu ia serukan kepada
sahabat-sahabatnya terutama kepada Trimo.
“Herman adalah
salah satu teman yang paling baik, dia tak pernah mengejekku. Bahkan dia selalu
mengajariku apa-apa yang tidak akku ketahui. Seperti bagaimana caranya membuat
perahu dari daun bambu dan arang-arang
kambang dari tanah liat.
“Kami akan
berlomba arang-arang kambang yang
kami buat itu di air yang mengalir deras, setelah melepasnya di tempat yang
disepakati sebagai awal maka kami akan berlari mengiringi arang-arang kabang ke tempat akhir sambil berteriak agar arang-arang kambang buatan masing-masing anak menang.”
“Bentuknya
mirip dengan mangkuk, tapi ditangkupkan di kedua sisinya hingga seperti ada
rongga di dalamnya. Meski terbuat dari tanah liat, ia tak tenggelam saat
ditaruh di air. Kadang kami juga menaruh sumbu api di atasnya. Karena itu pula
kadang kami dimarahi orangtua yang kwatir arang-arang
kambang yang kami buat itu akan menyebabkan kebakaran.” (Sang Penakluk
Angin:25-26)
Dari data novel Sang Penakhluk Angin
mengidentifikasi bahwa Herman sahabat baik, ia sering mengajari Trimo apa yang
tak pernah di ketahuinya meski terkadang terlihat konyol, tetapi niat dan
tujuhan Herman ini baik. Data di atas menunjukkan sikap persahabatan yang amat
kental pada Trimo dan Herman, ketika masa-masa kecil mereka bermain arang-arang
kambang atau perahu-perahuan yang dibuat dari daun bambu dan tanah liat. Tidak
jarang sifat Herman yang konyol sering menjengkelkan Trimo dan membuat marah
orang tuanya, tetapi sebenarnya maksud dan tujuang Herman kepada Trimo sangat
baik.
2.4 Konflik
Menurut Tarigan (1984:134), konflik dalam suatu cerita dapat dikategorikan
menjadi dua yaitu konflik internal atau konflik batin dan konflik eksternal
atau konflik fisik. Konflik internal atau konflik batin adalah konflik yang
terjadi antara suatu ide dengan ide yang lain dan seseorang dengan kata
hatinya. Konflik eksternal atau konflik fisik adalah konflik yang terjadi
antara manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat dan manusia dengan
alam sekitarnya.
2.4.1 Konflik Internal
Konflik internal atau konflik
batin merupakan pertentangan yang terjadi dalam diri seorang manusia. Dalam
novel Sang Penakluk Angin, konflik internal sering dialami oleh tokoh Trimo.
“Aku berjalan
pelan. Langkahku terasa berat dan otot-ototku terasa lemah. Pikiranku mulai tak
karuan membayangkan aku atu Irna akan putus sekolah. Aku ingin melanjutkan ke
SMP atau pondok pesantren seperti Herman.”
“Malam itu aku
kembali tak bisa tidur nyenyak. Perbincangan bapak dan ibu masih terngiang
jelas di kepalaku. Aku merasa malu seandainya tak melanjutkan SD, sebentar lagi
ujian kelulusan dan aku yakin bisa lulus, tapi memang kondisi orangtuaku tak
seperti orang lain. Kami tak punya uang.” (Sang Penakluk Angin: 89-90)
Trimo sedih karena salah satu anak dari
keluarganya akan putus sekolah, karena keluarganya tidak mampu lagi untuk
membiayai kedua anaknya untuk melanjutkan sekolah. Dengan berat hati bapak
Trimo ini untuk mengabil keputusan. Salah satu dari anaknya terpaksa harus
putus sekolah. Trimo sangatlah ingin melanjutkan sekolah ke jenjanga yang lebih
tinggi lagi, namun keadaan ekonomilah yang berkata lain. Tapi bagaimanapun juga
keinginan Trimo tetap berusaha untuk melanjutkan sekolahnya.
“Man, kapan
kau berangkat kepondok lagi?” tanyaku saat pembicaraan Herman dan bapak
berakhir dan tinggal kami berdua di ruang tamu.
“Insya Allah
lusa Mo, ada banyak hal yang harus aku lakukan disana.” Jawab Herman.
“Wah, cepet
sekali. Kau baru saja datang.”
“Yang penting
kita sudah bertemu. Oh iya, bagaimana kau dengan Siti anak Abah Tarno? Aku tahu
dulu kau menyukainya.”
“Siti?
Hahaha…” aku tertawa mendengar pertanyaan Herman. Aku sendiri sudah hampir
lupakan wajah cantik itu.
“Kenapa kau
tertawa?”
“Dia menolak
cintaku Man. Sudahlah, mungkin memang bukan dia yang terbaik buatku.” Jawabku
sambil mencoba menghibur hati yang kini mulai sedikit merasa sakit lagi.” (Sang
Penakluk Angin: 291-292)
Data diatas menunjukkan kekecewaan Trimo karena
cintanya ditolak oleh Siti, gadis yang di idam-idamkan oleh Trimo sejak lama,
namun Trimo tidak mampu mengucapkannya, Trimo memendam prasaan cintanya kepada
Siti gadis putri abah Tarno salah satu juragan shuttlecock yang sukses
didesanya, pada saat Trimo yakin untuk menyatakan perasaan cintanya kepada
Siti, tetapi cintanya hanya bertepuk sebelah tangan karena latar belakang keduanya
sangat bertolak belakang. Hal yang pahit menurut Trimo rasakan tersebut sudah
lama perlahan dilupakan namun sahabatnya Herman mulai menggali perasaan Trimo
yang dianggap pahit tersebut.
2.4.2 Konflik Eksternal
Konflik eksternal meliputi
pertentangan yang terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan
masyarakat, dan manusia dengan alam sekitarnya. Namun konflik eksternal dalam
novel Sang Penakluk Angin hanya pertentangan antara manusia dengan
masyarakat.
”Aku tak menjawab ajakan Agung dan terus berjalan
ke Balai Desa. Tiba-tiba Agung menyerempetku dari belakang. Aku jatuh
terjerembab jatuh ke tanah. Agung hanya tertawa sambil berhenti tepat di
depanku.”
”Hey!” teriakku marah.
”Kenapa menatapku? Berani?” balas Agung sambil
turun dari sepedanya. Badan Agung lebih besar dari badanku, tapi aku tak takut.
Aku berdiri dan langsung menonjok mukanya. Agung terjatuh ke tanah kemudian
berdiri lagi. Belum lama sempat ia tegap berdiri aku memukulnya lagi, kali ini
ia jatuh terjengkang. Tiba-tiba Pak Sobri datang dan melerai.” (Sang Penakluk
Angin: 69-70)
Data di atas
menunjukkan perkelahian antara Trimo dan Agung, hal ini terjadi karena Trimo
tidak tahan terhadap ejekan dan cemo’ohan yang dilakukan oleh Agung. Karena
Agung beserta teman-temanya sering mengejek Trimo dimanapun Agung menemui
Trimo. Trimo termasuk seorang anak yang sabar tetapi kesabarannya habis ketika
Agung mengejek keluarganya, namun Trimo sangat pemberani meskipun tubuhnya
kecil dari Agung, Trimo tetap berani melawan Agung sampai perkelahian tersebut
berlangsung dan belum sampai berakhir keduanya di lerai oleh Pak Sobri.
2.5 Latar
latar atau setting adalah unsur cerita yang tidak hanya berkaitan dengan
tempat dan waktu terjadinya peristiwa dalam cerita, tetapi juga menyangkut
hal-hal yang kompleks. Latar dapat memberikan pijakan secara konkrit dan jelas.
Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca. Nurgiyantoro
(1995:227) membagi latar menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan
latar sosial. Yang ada dalam suatu cerita saling mendukung antara satu dengan
yang lain sehingga akan mendukung keutuhan cerita.
2.5.1 Latar Tempat
Latar tempat merupakan latar yang menggambarkan tempat peristiwa-peristiwa
terjadi. Latar tempat pada novel Sang Penakluk Angin dapat di tunjukkan pada
data berikut.
”....Oh iya nama desaku adalah Lawatan, terletak
di utara Pulau Jawa dan menurut bapak termasuk wilayah Kabupaten Tegal. Desaku
termasuk sebagai daerah perbatasan anatara Kota Tegal dan Kabupaten Tegal.
Kalau hujan turun, jalanan didesaku akan becek dan terkadang banjir. Apalagi
rumahku yang ada di pinggir sungai. Tiap kali musim hujan datang pasti akan
terendam air sungai yang kotor dan hitam itu.” ( Sang Penakluk Angin: 24)
Data di
atas tersebut menunjukkan latar tempat tinggal Trimo dengan kehidupan
bermasyarakat yang sedikit kental dengan etika kesopanan serta kesederhanan,
yang terletak didesa Lawatan yang termasuk wilayah Kabupaten Tegal. Daerah
tersebut tergolong daerah pedesaan dan jauh dari kota sehingga akses jalan
masuk masih belum beraspal dan pada musim hujan sering terkena banjir. Rumah
yang di tempati Trimo beserta keluarganya dekat dengan sungai yang besar ketika
musim hujan tiba tidak jarang rumah keluarga tersebut terendam air.
2.5.2 Latar Waktu
Latar waktu adalah latar yang berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa
dalam sebuah cerita itu terjadi. Latar waktu yang terdapat dalam novel Sang Penakluk Angin dapat di tunjukkan pada
data berikut.
”Matahari makin terasa menyengat kulitku yang
hitam. Jalananan beraspal sampai di ujung desa, tepat di perbatasan. Kata
bapak, desa tetangga sudah termasuk Kota, sedangkan desaku masih Kabupaten jadi
jalanan yang ada di desaku tidak termasuk yang di aspal.” (Sang Penakluk Angin:
24)
Data di atas tersebut menunjukan latar waktu siang hari yang panas ketika Trimo dan Pak Husein sedang bekerja untuk berangkat mengambil bulu didesa sebelah. Pada waktu siang hari Trimo dan pak Husein selalu mengambil bulu untuk pembuatan shuttlecock di desa-dea tetangga, dalam perjalanan mengambil bulu Trimo dan pak Husein memasuki perbatasan desanya dan memasuki desa sebelah yang jalannya sudah beraspal.
2.5.3 Latar Sosial
Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya sastra. Data yang menunjukkan adanya latar sosial dalam novel ini ialah.
“Mo, kau anak
yang berbakti. Bapakmu pasti bangga memiliki anak sepertimu.” Kata pak Kardi
yang sambil mulai melahap makanannya.
“Anak Pak
Kardi dimana?” tanyaku mencoba mencari tahu tentang anak Pak Kardi yang kata
Bapak ada di pondok pesantren di Jawa Timur.”
“Oh, anak
bapak sekarang sedang di pondok pesantren. Sudah hampir setahun ini bapak tak
bertemu dengannya.” (Sang Penakluk Angin: 131)
Data di atas tersebut menunnjukan latar sosial
kekaguman pak Kradi kepada keluarga Trimo, karena Trimo sosok orang anak yang
tidak pernah mengeluh kepada keluarganya dia mengerti tentang kondisi yang
dialami kleuarganya dan dia paham karena terlahir di tengah-tengah keluarga
yang kurang mampu, Trimo penasaran kepada Lastri anak dari Bapak Kardi salah
satu rekan kerjanya bapaknya yang katanya berada di pondok pesantren.
BAB
III
ANALISIS
HUMANIORA
Pendekatan pragmatik merupakan
pendekatan yang menitikberatkan pada pembaca sebagai penikmat karya sastra.
Kajian humaniora merupakan kajian pragmatik yang menonjolkan pembaca sebagai
penyambut dan penghayat karya sastra (Teeuw, 1988:59). Dengan demikian pembaca
dapat mengetahui ide-ide pengarang dan visi yang ingin dicapai melalui karya
sastra yang dinikmatinya.
Ilmu humaniora menempatkan
manusia pada posisi sentral dalam pengkajian. Manusia merupakan subjek
sekaligus objek pengkajian. Kajian humaniora berusaha mengembangkan dan
memperdalam ilmu sastra. Melalui kajian humaniora, penelitian ini diharapkan
dapat mengungkapkan pengembangan daya imajinasi dalam mengkaji karya sastra.
Menurut Widagdho (2001:38) Ruang lingkup humaniora ada delapan, yaitu: manusia
dan cinta kasih, manusia dan keindahan, manusia dan penderitaan, manusia dan
keadilan, manusia dan pandangan hidup, manusia dan tanggung jawab, manusia dan
kegelisahan, serta manusia dan harapan. Penulis membahas empat aspek humaniora
yaitu manusia dan cinta kasih, manusia dan penderitaan, manusia dan keadilan,
serta manusia dan tanggung jawab karena aspek-aspek tersebut dominan dalam
novel Sang Penakluk Angin karya
Novanka Raja.
3.1 Manusia dan Cinta Kasih
Manusia adalah makhluk
individu dan sosial sehingga dalam kehidupannya selalu berhubungan dengan orang
lain. (Widagdho, 2001:57) mengatakan bahwa pada hakikatnya cintalah yang
terdapat pada asal mula dari hidup, sekurang-kurangnya rasa cinta akan diri
sendiri.
Cinta adalah suatu kegiatan atau tindakan yang
disebabkan oleh pengaruh pasif, maksudnya salah satu wujud dari cinta adalah
adanya kreatifitas dalam diri seseorang yang terletak pada aspek memberi dan
bukan menerima (Widagdho, 2001:41-42). Sebagaimana cinta, kasih sayang tidak
akan lahir tanpa orang yang melahirkannya. Dengan kata lain seseorang tidak
akan memperoleh kasih sayang apabila tidak ada orang lain yang memberi. Menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan W.J.S Purwodarminto (dalam Widagdho,
2001:46) kasih sayang adalah perasaan sayang, perasaan cinta atau perasaan suka
kepada seseorang. Cinta kasih tidak sekedar ekspresi rasa cinta, tetapi timbul
dari lubuk hati manusia yang senantiasa kekal dan tidak pernah berubah.
Perbuatan yang dilandasi rasa cinta kasih membuat manusia berbahagia dalam
hidupnya. Manusia dan cinta kasih yang dibahas meliputi: kasih sayang,
kemesraan, pemujaan, dan belas kasihan.
3.1.1 Kasih Sayang
Kasih sayang adalah perasaan
sayang, perasaan cinta, perhatian atau kepedulian dan perasaan suka kepada
seseorang. Kasih sayang dialami oleh setiap manusia karena kasih sayang
merupakan bagian hidup manusia. Kasih sayang dapat diberikan oleh seorang ibu
kepada anaknya, seseorang kepada sahabatnya dan sebagainya. Data dalam novel Sang
Penakluk Angin yang menunjukkan adanya kasih sayang yakni sebagai berikut.
“….hari ini aku
sangat senang, bahkan masih terasa Siti yang ada di boncengan belakang sepedaku
tiap kali aku menengok kebelakang. Ah, sepertinya aku benar-benar menyukai
siti.” (Sang Penakluk Angin: 167)
Data di atas tersebut
menunjukan bahwa Trimo mulai jatuh hati kepada Siti anak juragan shuttlecock,
namun Trimo masih ragu untuk mengungkapkan rasa sayang kepada Siti. Trimo masih
terus terbayang wajah dan senyuman Siti yang cantik itu. Karena begitu rasa
sayangnya Trimo kepada Siti hingga terbayang-bayang Siti masih bersamanya.
3.1.2 Kemesraan
Kemesraan
adalah hubungan akrab antara pria dengan wanita yang sedang jatuh cinta maupun yang sudah berumah tangga.
Kemesraan merupakan bagian hidup manusia yang dapat membangkitkan semangat dan
daya kreativitas pada diri manusia. Kemesraan pada dasarnya merupakan
perwujudan kasih sayang yang telah mendalam.
“Rumah Abah
Tarno mulai terlihat dan seperti dugaanku, Siti sedang menyapu halaman
rumahnya. Kakiku mulai bergetar, detak jantungku terus terasa berdegup kencang.
Melihat Siti yang sedang menyapu itu, duniaku seperti berhenti berputar. Sudah
lama aku tak menatap wajahnya, tentu saja karena aku memang sebernarnya tak
berani menatap wajah itu. Sepeda yang kukayuh terasa makin berat saat jarak
antara aku dan Siti mulai mendekat, mungkin sekitar sepuluh meter dan aku
berharap ia tak melihatku, biarkan aku saja yang melihat wajah cantik itu.”
(Sang Penakluk Angin: 276)
Data di atas
tersebut menunjukan bahwa Trimo tidak kuat memandang Siti ketika Siti sedang
menyapu halaman rumahnya, karena rasa cintanya kepada Siti hingga Trimo merasa
dunia tidak berputar lagi dan tersa begitu beratnya mengayuh sepadanya ketika
semakin mendekati Siti. Trimo tidak sanggup lagi terus-terusan memandang wajah
Siti yang sejak lama Trimo cintai itu.
3.1.3 Pemujaan
Pemujaan
adalah perwujudan cinta manusia kepada Tuhan. Kecintaan manusia kepada Tuhan
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena pemujaan kepada Tuhan
adalah inti, nilai, dan makna kehidupan yang sebenarnya.
“Mungkin
ada sekitar lima belas orang dalam
musholah itu. Aku satu-satunya anak kecil yang ikut shalat berjamaah. Setelah
selesai shalat, Pak Sobri kemudian memintaku menunggunya sebentar, katanya ada
sesuatu yang ingin dibicarakan. Aku jadi penasaran sambil menunggu pak Sobri
yang sedang berdzikir, aku duduk di lantai depan musholah……” ( Sang Penakluk
Angin: 60)
Data di atas
menunjukan pemujaan Terhadap Tuhan YME yang dilakukan oleh Trimo, ia selalu
tekun melaksanakan ibadah salah satunya menjalankan sholat beribadah dimushola.
Dibandingkan dengan teman-teman sebayanya Trimo termasuk anak yang rajin ke
mushola, hal itu terlihat ketika dalam mushola hanya Trimo saja seorang anak
yang sholat sedangkan lainnya adalah orang dewasa.
3.1.4 Belas Kasihan
Dalam rasa cinta kepada sesama manusia
dipergunakan istilah belas kasihan, karena cinta tersebut bukan disebabkan
karena kekayaan, kecantikan atau kepandaiannya melainkan melihat penderitaan
yang dialami oleh seseorang. Seseorang yang berbelas kasih dengan yang
dibelaskasihi memiliki persamaan yang mendasar, maksudnya yang berbelas kasihan
dapat merasakan penderitaan orang yang dibelaskasihi. Rasa belas kasihan keluar
dari lubuk hati yang ikhlas. Rasa belas kasihan yang terdapat dalam novel Sang
Penakluk Angin sebagai berikut.
“Raketku Mo”
teriak Herman.
“Iya, itu
raketmu!”
“Rusak.” Jawab
Herman lirih.
“Sudah, jangan
sedih. Taruh raketmu lalu kita berenang lagi. Nanti kalau punya uang, kita
ganti sinar yang putus itu.”kataku”. (SPA: 40)
Data tersebut
menunjukkan kepedulian yang dilakukan oleh Trimo kepada Herman, ia memberikan
semangat kepada Herman ketika senar raketnya putus. Trimo berjanji akan
membantu memperbaikinya bersama-sama sehingga Herman dapat bermain lagi untuk
meraih impiannya.
3.2 Manusia dan Penderitaan
Penderitaan
berasal dari kata derita. Kata
derita berasal dari kata bahasa Sansekerta dhra yang artinya menahan
atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Penderitaan itu dapat berupa penderitaan lahir maupun batin, atau
lahir batin (Widagdho, 2001:81). Biasanya orang menyebut dengan faktor internal
dan faktor eksternal.
Dalam diri
manusia pada hakikatnya terdapat tiga unsur yakni cipta, rasa dan karsa. Karsa
adalah sumber yang menjadi penggerak segala aktivitas manusia, cipta adalah
perwujudan dari adanya karsa dan rasa. Karsa maupun rasa kedua-duanya selalu
ingin dipuaskan (Widagdho, 2001:99). Apabila karsa dan rasa tidak terpenuhi,
maka manusia akan merasa menderita, karena karsa dan rasa merupakan sumber
penderitaan manusia. Keluh kesah,
kesengsaraan, kelaparan, kekenyangan, kepanasan, dan lain-lain merupakan contoh
penderitaan. Penderitaan yang dibahas dalam novel Sang Penakluk Angin karya Novanka Raja meliputi siksaan dan rasa
sakit.
3.2.1 Siksaan
Siksaan
merupakan tindakan yang menimbulkan rasa tidak nyaman, tidak tenang, rasa sakit
dan sebagainya baik yang dirasakan secara fisik maupun secara batin. Siksaan
yang terdapat dalam novel Sang Penakluk Angin yakni sebagai
berikut.
“Hei cungkring!”
teriak Agung yang melihatku.
“Kenapa Gung?”
“Mau ke mana?
Buru-buru banget?”
“Mau ke kota.”
Jawabku singkat. Aku malas berbincang dengan anak sombong seperti Agung.
“Hahaha.. anak
desa ke kota!”
“Sirik kau!”
(SPA:68-69).
Data tersebut
menunjukkan siksaan yang dilakukan oleh Agung kepada Trimo. Siksaan tersebut
berupa siksaan Batin yaitu ejekan Agung yang menyebut Trimo cungkring dan anak
desa. Hal tersebut tidak membuat Trimo marah justru ia tidak malas berbicara
dengan Agung yang sombong.
3.2.2 Rasa Sakit
Rasa
sakit merupakan rasa tidak nyaman atau sakit, baik jasmani maupun rohani. Rasa
sakit merupakan akibat dari penyakit yang diderita, siksaan dan sebagainya.
”Aku tak menjawab ajakan Agung dan terus berjalan
ke Balai Desa. Tiba-tiba Agung menyerempetku dari belakang. Aku jatuh
terjerembab jatuh ke tanah. Agung hanya tertawa sambil berhenti tepat di
depanku.”(SPA:69)
Data di atas menunjukkan rasa sakit yang
dialami oleh Trimo, hal itu terjadi ketika Trimo tidak mau menjawab ajakan
Agung karena dia sombong dan sering mengejeknya. Tanpa sepengetahuan Trimo
tiba-tiba Agung menabraknya dari belakang sehingga dia jatuh ke tanah.
3.3 Manusia dan Keadilan
Keadilan
adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Jika
kita mengakui hak hidup kita, maka kita wajib mempertahankan hak hidup dengan
bekerja keras tanpa merugikan orang lain (Widagdho, 2001:103). Hal ini disebabkan orang lain juga
mempunyai hak hidup seperti kita. Jika kita mengakui hak hidup orang lain, kita
wajib memberikan kesempatan-kesempatan kepada orang lain untuk mempertahankan
hak hidup mereka sendiri. Jadi, keadilan pada pokoknya terletak pada
keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban.
Sejak dahulu
orang-orang terdahulu sudah mencari keadilan, terbukti semua filosuf seperti
Plato, Aristoteles dan Kong Fu Tse, pernah mempermasalahkan tentang Keadilan.
Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi
keadilan dan ketidakadilah setiap harinya (Widagdho, 2001:105). Masalah
keadilan sosial akan terus dicari dan diperjuangkan manusia sampai kapan pun
sebab masalah keadilan hakikatnya adalah masalah kemanusiaan, bukan sekedar menyangkut
melainkan justru asasi kemanusiaan. Nilai keadilan adalah yang menentukan
harkat dan martabat manusia, karena masalah keadilan selalu berhubungan dengan
masalah hak. Pembahasan
tentang keadilan dalam novel Sang Penakluk Angin terdiri atas kejujuran,
kecurangan, dan pembalasan.
3.3.1 Kejujuran
Jujur
atau kejujuran berarti apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati
nuraninya. Jujur juga berarti
seseorang yang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama
dan hukum. Jujur juga berarti menepati janji atau menepati kesanggupan, baik
yang telah terlansir dalam kata-kata maupun yang masih di dalam hati atau niat.
“Ya
tentu saja aku tak bisa konsentrasi naik sepeda.”
“Lalu apa
hubungannya denganku?”
“Karena aku
suka kamu.” Jawabku tanpa aku sendiri menyadari kata-kata yang seakan meloncat
langsung dari bibirku itu.”(SPA:279)
Tanpa disadari
tiba-tiba Trimo menyatakan perasaannya kepada Siti yang sudah lama ia
sembunyikan. Hal itu membuat Siti terkejut mendengar perkataan Trimo dan
akhirnya ia menolak cinta Trimo, data tersebut menunjukkan kejujuran Trimo.
3.3.2 Kecurangan
Kecurangan
atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, memfitnah dan juga
sama dengan licik. Kecurangan merupakan
lawan dari kejujuran. Kecurangan yang terdapat dalam novel Sang
Penakluk Angin yakni sebagai berikut.
” Aku tak menjawab ajakan Agung dan terus berjalan ke Balai Desa. Tiba-tiba
Agung menyerempetku dari belakang. Aku jatuh terjerembab jatuh ke tanah. Agung
hanya tertawa sambil berhenti tepat di depanku.”(SPA:69)
Data tersebut menunjukkan kecurangan yang
dilakukan Agung kepada Trimo, tiba-tiba Trimo menabrak dari belakang tanpa
sepengetahuan dan tanpa sebab sehingga
Trimo sampai terjatuh terjerembab ketanah. Di situlah letak kecurangan Agung
salah satu teman yang selalu usil kepada Trimo.
3.3.3 Pembalasan
Pembalasan
ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan
serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang
seimbang.
”Tiba-tiba Agung mencoba memukulku, aku
menghindar dan menarik tangannya sambil berusaha menendang ke arah
perut.(SPA:70)
Data tersebut
menunjukkan pembalasan yang dilakukan oleh Trimo karena kesal kepada Agung yang
selalu usil, Trimo membalasnya kepada Agung ketika mereka berkelahi. Trimo
menghindar dan membalas pukulan dari Agung sampai menendang dan mengenai perut
Agung.
3.4 Manusia dan Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah
kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun
yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan
kesadaran akan kewajibannya. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yamg
bertanggung jawab. Disebut demikian karena manusia, selain merupakan makhluk
individual dan makhluk sosial, juga merupakan makhluk Tuhan (Widagdho,
2001:144-145). Menurut sifat dasarnya manusia adalah makhluk bermoral tetapi
juga seorang pribadi oleh karena itu manusia sering disebut makhluk yang bebas,
artinya manusia bebas menentukan dirinya sendiri. Manusia memiliki tuntutan
yang besar untuk bertanggung jawab karena ia memerankan sejumlah peranan dalam
konteks sosial, individual ataupun
teologis. Tanggung jawab tersebut menyangkut tanggung jawab manusia dengan
manusia dan tangggung jawab manusia kepada Tuhan YME. Pembahasan manusia dan
tanggung jawab terdiri atas, pengabdian, kesadaran, dan pengorbanan.
3.4.1 Pengabdian
Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa
pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan antara lain
kepada raja, cinta, kasih sayang, hormat,
atau suatu ikatan, dan semua itu dilakukan dengan ikhlas. Pengabdian
dapat berupa pengabdian kepada keluarga, pengabdian kepada masyarakat,
pengabdian kepada negara, dan pengabdian kepada Tuhan.
”Terkadang aku benar-benar merasa kasihan melihat
bapak dan ibu yang bekerja keras setiap hari. Aku ingin membantu mereka tetapi
aku masih terlalu kecil untuk bekerja. Bapak pasti melarangku padahal kalau aku
ikut bekerja ditempatnya abah Tarno, seperti temanku Iwan yang tak lagi
sekolah, ia selalu membantu orang tuanya jualan sapu dan cobek dipasar
Clunglung, ia pasti bangga bisa membantu orang tuanya. Aku sangat ingin bisa
ikut membantu bapak dan ibu.” (SPA:66)
Data tersebut
menunjukkan pengabdian Trimo kepada orang tuanya, hal tersebut ditunjukkan
dengan keinginannya untuk membantu pekerjaan bapaknya agar menjadi lebih
ringan, sehingga pendapatan bapaknya menjadi lebih banyak. Trimo sangat
mensyukuri keadaannya sekarang meskipun hidupnya serba kekurangan tetapi Trimo
mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tuanya.
3.4.2
Kesadaran
Kesadaran adalah keinsyafan
terhadap perbuatan yang dilakukan.
Sadar artinya merasa, tahu atau ingat (kepada keadaan yang sebenarnya), keadaan ingat akan dirinya, sadar dari
lamunannya, ingat kembali (dari pingsannya), siuman bangun (dari tidur)
dan ingat, mengetahui dan mengerti dan
sebagainya. Jadi, kesadaran adalah hati yang telah terbuka atau pikiran yang
telah terbuka tentang apa yang telah
dikerjakan. Kesadaran terhadap suatu hal dapat terjadi karena banyak hal. Data
dalam novel Sang Penakluk
Angin yang menunjukkan
kesadaran yakni sebagai berikut.
”Dia menolak cintaku Man. Sudahlah, mungkin memang
bukan dia yang terbaik buatku.” jawabku sambil mencoba menghibur hati yang kini
mulai sakit lagi.”(SPA: 292)
Data tersebut menunjukkan kesadaran Trimo ketika
cintanya di tolak oleh Siti. Trimo sudah menyatakan perasaannya kepada Siti
tetapi Siti menolaknya karena Trimo dari keluarga miskin ia lebih memilih Agung
sebagai kekasihnya. Trimo menyadari keputusan Siti tersebut ia tidak marah
ataupun membenci Siti.
3.4.3 Pengorbanan
Pengorbanan berasal dari kata korban
artinya memberikan secara
ikhlas harta,
benda, waktu, tenaga,
pikiran, bahkan mungkin nyawa, demi cintanya. Pengorbanan juga dapat diartikan
melakukan sesuatu untuk mempertahankan ikatannya atau demi kesetiaan serta
kebenaran. Pengorbanan dilakukan dengan tulus atau ikhlas karena rasa cinta,
kesadaran dan kesetiaan yang besar.
”Pak sejak awal Trimo sudah ingin bekerja, biarlah
kalau ada rezeki untuk sekolah, maka Trimo akan sekolah. Walaupun rezeki itu
hanya cukup untuk Irna, maka biarlah Trimo bekerja,” kataku mantap.(SPA:190)
Data tersebut
menunjukkan pengbdian Trimo kepada Keluarganya, ia menyadari jika orang tuanya
sudah tidak mampu untuk menyekolahkannya. Selain Trimo tidak mementingkan
dirinya sendiri hal itu ia lakukan saat menyerahkan jatah beasiswa dari sekolah
kepada adiknya, hal tersebut menunjukkan rasa sayang dan pengabdian kepada
keluarganya
DAFTAR
PUSTAKA
Esten,
Mursal. 1984. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.
Jones, Edward, H. 1968. Outlinenes of
Literature. New York: The Mac Millan Company.
Lubis, Mochtar. tanpa tahun. Tehnik Mengarang. tanpa kota: P.T. Nunang Jaya.
Novanka,
Raja. 2012. Sang Penakluk Angin. Jakarta:
Zettu.
Nurgiyantoro,
Burhan. 1995. Teori
Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Pradopo, Rachmat
Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra. Metode
Kritik dan Penerapannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Semi,
Atar. 1990. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung :
Angkasa.
Sudjiman, Panuti (Ed).1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: PT Gramedia.
Teeuw, A. 1988. Sastra dan
Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Tim Penyusun Kamus Pusat
Bahasa. 2001. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
UPT Penerbitan UNEJ. 2010. Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah.
Jember: University Press.
Wellek dan
Warren. 1959. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani Budianta dari Theory
of Literature (1977). Jakarta:
PT Gramedia.
Widagdho, Djoko. 2001. Ilmu Budaya Dasar.
Jakarta: Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar